Monday, 18 February 2019

[Review] 27 Steps of May: Healing Therapy Akibat Trauma Kekerasan Seksual


#Description:
Title: 27 Steps of May (2019)
Casts: Raihaanun Soeriaatmadja, Ario Bayu, Lukman Sardi, Verdi Solaiman, Hengky Solaiman, Otig Pakis
Director: Ravi Bharwani
Studio: Green Glow Pictures, Go Studio

#Synopsis:
Masih dengan mengenakan seragam SMP-nya, May (Raihaanun) bermain ke sebuah pasar malam sendirian. Ia tampak begitu sangat bahagia dan senang. Ia menaiki permainan ombak-banyu dan juga berhasil mendapatkan boneka beruang. Tapi kebahagiaan itu hilang dan berubah menjadi ketakutan hingga trauma yang sangat mendalam bagi May. Ketika ia akan pulang, sekelompok preman mencegat lalu memperkosanya secara bergiliran. Kejadian itu membuat May menarik dirinya sepenuhnya dari kehidupan. Hingga delapan tahun berlalu, May kini tumbuh menjadi perempuan yang menjalani hidupnya tanpa koneksi, interaksi, emosi, kata-kata dan hanya menyisakan trauma membekas dalam dirinya.


Kejadian yang menimpa May itu tidak hanya berdampak pada kehidupan May tetapi juga kepada ayahnya (Lukman Sardi). Sang ayah selama delapan tahun ini selalu menyalahkan dirinya sendiri karena tidak dapat menjaga anak perempuannya itu. Didalam rumah, ayah selalu rela melakukan apa saja demi anaknya May. Tapi tidak pada saat ayah sedang berada diluar rumah. Ia menyalurkan rasa emosi yang terbendung diatas ring tinju dan bertarung sekuat tenaga, agar ia bisa meluapkan kekesalannya sekaligus mendapatkan uang tambahan dari atasannya (Hengky Solaiman).
Rutinitas sehari-hari yang dilakukan oleh May didalam rumahnya selama delapan tahun ini hanya itu-itu saja. Bangun pagi, melakukan olahraga skipping, setrika pakaian, memakai baju yang selalu sama, makan dengan menu yang serba berwarna putih tanpa dimasak dan membantu menjahit produksi baju untuk boneka kiriman dari seorang kurir boneka anak-anak (Verdi Solaiman). Selama delapan tahun itu pula, bapak selalu bercerita pada kurir itu tentang kehidupan dirinya dengan sang anak.
Suatu hari, rumah yang tak jauh dari rumah bapak mengalami kebakaran. Ayah yang dilanda panik, berusaha mengajak May untuk menyelamatkan diri. Tapi, May menolaknya. May lebih memilih fokus untuk menjahit baju boneka dan jauh lebih merasa aman jika ada didalam kamarnya. Karena khawatir api semakin membesar, ayah memaksa May keluar kamar. Paksaan yang dilakukan ayah membuat May panik dan histeris. Trauma masa lalu yang menimpa dirinya kembali muncul dibenaknya. Tanpa mengeluarkan satu kata pun May hanya bisa menjerit dan menahan dirinya untuk tidak keluar kamar. May bersembunyi ke kamar mandi dan menyayat tangannya sendiri dengan silet, karena dengan melakukan hal itu membuat dirinya jauh lebih tenang.



Suatu hari, tembok dinding di kamar May tiba-tiba berlubang. Lubang tersebut mengeluarkan cahaya. Melihat hal itu membuat May ketakutan. Ia lalu menutupnya agar bisa beristirahat dengan tenang. Keesokan harinya, May kembali melakukan rutinitas seperti biasanya. Tapi May dibuat heran, lubang yang sudah ia tutup kembali terbuka dan perlahan mulai membesar. Lalu ia mencoba mencari tahu apa yang ada didalam lubang tersebut. Ketika mengintipnya, May melihat seorang pesulap (Ario Bayu). Melihat hal itu membuat dirinya langsung panik. Selama delapan tahun ini, May belum pernah melihat wajah orang lain lagi, selain ayahnya.


Perlahan tapi pasti, sang pesulap itu mulai menjalin komunikasi dengan May. Gara-gara hal itulah, May kini sering melakukan kegiatan baru setelah delapan tahun hanya melakukan kegiatan itu-itu saja. Ayah curiga dengan adanya kegiatan baru yang dilakukan anaknya itu, namun kekhawatiran yang dirasakannya itu langsung dipatahkan oleh si kurir boneka. Ia justru menyebut bahwa hal itu sangat bagus dan progress karena kini May sudah mulai bisa membuka diri dan melakukan kegiatan baru.
Makin hari, interaksi antara May dan pesulap itu semakin sering. Sang pesulap selalu menunjukkan aksi sulapnya pada May. Secara mengejutkan, May mulai menujukkan progress lagi. Kini ia sudah bisa tersenyum bahagia hingga tepuk tangan tiap melihat sang pesulap berhasil melakukan aksinya. Perkembangan kondisi May ini ternyata tidak diketahui oleh sang ayah semenjak ia masuk penjara lantaran insiden perkelahian di ring tinju. Ketika ayah bebas, ia sangat bahagia kini anak perempuannya itu sudah mengalami kemajuan pesat.


Perkembangan yang dialami oleh May ini membuat si pesulap ingin mencoba berinteraksi lebih dekat dan melakukan komunikasi. Tapi, hal itu malah membuat May menjadi panik, ketakutan dan kembali teringat traumanya. Sikap May pun kembali lagi seperti dulu lagi. Melihat apa yang telah dilakukan oleh si pesulap, membuat sang ayah marah besar. Kini, ayah semakin putus asa melihat putrinya itu kembali seperti dulu lagi.


#Review:
Kasus kekerasan dan pelecehan seksual menjadi salah satu kasus yang paling mengerikan saat ini. Korbannya tidak mengenal usia, gender, status dan jabatan. Dampaknya yang dirasakan oleh korban kekerasan dan pelecehan seksual ini sudah pasti akan menjadi pengalaman paling pahit dan menghadirkan trauma seumur hidup.
Itulah yang menjadi suguhan utama dalam film 27 STEPS OF MAY (2019) karya sutradara Ravi Bharwani dan penulis skenario Rayya Makarim ini. Film ini sangat jelas memperlihatkan trauma yang berhasil mengguncang jiwa seorang remaja perempuan hingga menyebabkan menutup dirinya dari dunia luar dan interaksi sosial. Sisi psikologis yang dialami oleh May ini sangat berhasil divisualkan oleh performa terbaik dari Raihaanun. Penonton diajak untuk mengikuti kehidupan May yang monoton dan tanpa dialog. Gesture tubuh, ekspresi muka serta aura yang dipancarkan Raihaanun dalam membangun karakter May sangatlah berhasil membuat siapapun yang melihatnya langsung simpati dan empati kepadanya. Trauma yang dialaminya itu aku yakin sih siapapun yang menonton film ini pasti akan bisa merasakan kemarahan, kesedihan dan keputusasaan yang dialami oleh May dan ayahnya. Paruh pertengahan dan menuju akhir film gila sih. Aku dibuat speechless hingga nangis oleh May. Penampilan Aktris Utama terbaik dan mengesankan sepanjang sejarah perfilman Indonesia. Huhuhu..


Lukman Sardi pun berhasil mengimbangi performance apik dari Raihaanun. Sebagai seorang ayah, ia menampilkannya dengan amat baik. Kita bisa merasakan rasa bersalah, kekesalan dan kesedihan selama bertahun-tahun karena tidak bisa melindungi anak semata wayangnya itu. Sesi curhatnya dengan Koh Andi yang diperankan Verdi Solaiman berhasil mencairkan suasana dengan timing komedi yang efektif sesuai porsi. Klimaks chemistry keduanya ini berhasil penuh emosional di paruh akhir film. Gilaa! Speechless dan nangis lagi kan. Huhuu..


Karakter pesulap yang dimainkan oleh Ario Bayu sukses tampil pas sebagai seorang "Healing Therapy" bagi May. Apa yang dia lakukan terhadap May ini membuatku merasa terharu dan bahagia karena bisa melihat progress May yang perlahan mulai membuka diri. Yang sedikit mengganjal bagiku adalah background si pesulap ini masih kurang jelas. Apakah ia imajinatif atau emang betulan tetangga sebelah dari May. Pasalnya ketika paruh akhir film, karakter si pesulap malah menghilang.
Overall, trauma korban kekerasan dan pelecehan seksual beserta dengan keluarganya ini bukanlah hal kecil, May dan sang ayah merupakan salah satu contoh keluarga yang menanggung trauma selama delapan tahun lamanya. Bukan waktu yang sebentar bukan? Bahkan menurut sebuah riset penelitian dari dunia psikologis menyebut, bahwa trauma akibat kekerasan dan pelecehan seksual itu akan dirasakan seumur hidup oleh korbannya. This is very important movie. Please for everyone, watch this movie. Katakan tidak pada pelecehan dan kekerasan seksual terhadap siapapun!!
One of the Best Local Movie all the time!


Thanks for Plaza Indonesia Film Indonesia 2019 yang sudah menayangkan film ini pada 14-17 Februari 2019 lalu. I'm so glad to be part of audience in #PIFF2019 at Cinema XXI Plaza Indonesia Jakarta. See you next year! Much love.


[9.5/10Bintang]

No comments:

Post a Comment