Friday, 6 June 2025

[Review] Gowok Kamasutra Jawa: Cerita Dramatis Tentang Salah Satu Tradisi Kuno Dari Tanah Jawa

 


#Description:
Title: Gowok: Kamasutra Jawa (2025)
Casts: Alika Jantinia, Devano Danendra, Raihaanun, Reza Rahadian, Lola Amaria, Djenar Maesa Ayu, Ali Fikry, Donny Damara, Slamet Rahardjo, Nayla D. Purnama, Aldy Bisl, Ayu Prasiska, Annisa Hertami, Runny Rudiyanti, Khiva Rayanka Iskak, Wavi Zihan, Ellen Martha
Director: Hanung Bramantyo
Studio: MVP Pictures, Dapur Films


#Synopsis:
Popularitas Nyai Santi (Lola Amaria) sebagai seorang Gowok profesional dikenal sangat luas di tanah Jawa. Gowok sendiri merupakan sebuah tradisi legendaris asal China yang kemudian disesuaikan dengan budaya Jawa. Tradisi tersebut diikuti oleh pria-pria muda keturunan Priayi sebelum mereka menikah. Tujuannya agar pria-pria muda tersebut mendapat bekal tentang bagaimana menjadi pria sejati dalam memuaska istri yang nantinya akan melanggengkan bahtera rumah tangga. Selama satu pekan, pria-pria tersebut di-gowok di kediamannya Nyai Santi.


Suatu hari, Nyai Santi kedatangan keluarga camat yang berasal dari luar daerah yaitu Wiro Atmojo (Ari Purnomo) dan sang istri, Rahayu (Djenar Maesa Ayu). Mereka membawa sang anak yaitu Kamanjaya (Devano Danendra) yang akan dititipkan ke Nyai Santi untuk di-gowok sebelum Kamanjaya masuk kuliah dan dijodohkan dengan perempuan dari kalangan pejabat. Nyai Santi bersama dengan kedua asistennya yaitu Ratri Sujita (Alika Jantinia) dan Liyan (Aldy Bisl) langsung mempersiapkan segala perlengkapan untuk prosesi gowok bagi Kamanjaya.


Selama tinggal di kediaman Nyai Santi sambil menunggu proses gowok, Kamanjaya diam-diam menaruh perhatian pada Ratri. Agar bisa mengobrol dengan Ratri, Kamanjaya mau duduk santai bersama, masuk ke dapur sampai ikut mencuci pakaian ke sungai bersama dengan Ratri. Namun sayang, sikap baik Kamanjaya tersebut membuat Ratri khawatir, karena ia merasa Kamanjaya yang merupakan anak keturunan Priayi dan keluarga terpandang tidak pantas bergaul dengan dirinya yang yatim piatu dan juga bekerja sebagai di rumah gowok Nyai Santi. Ratri juga takut dimarahi habis-habisan oleh Nyai Santi jika ketahuan sering menghabiskan waktu bersama dengan Kamanjaya.


Beberapa hari menjelang proses gowok, Kamanjaya penasaran dengan ritual bertapa yang dilakukan Nyai Santi saat tengah malam di sungai yang ada di tengah hutan. Kamanjaya lalu mengajak Ratri mengikuti Nyai Santi menuju ke tempat bertapanya itu. Setibanya disana, mereka berdua melihat secara langsung saat Nyai Santi berkomunikasi dengan dua kekuatan gaib dari dewa Kamajaya dan Kamaratih. Ritual yang dilakukan Nyai Santi tersebut dipercaya mendatangkan cinta, keharmonisan, kekuatan dan juga nafsu. Keberadaan Ratri dan Kamanjaya pun ketahuan oleh Nyai Santi. Mereka berdua lalu bergegas pergi meninggalkan sungai sebelum Nyai Santi selesai menjalani ritualnya.


Dalam perjalan pulang, Ratri memangis sambil menahan rasa malunya kepada Kamanjaya yang tak sengaja ia cium saat sedang berada di sungai. Karena berlari, Ratri terpeleset dan kakinya terkilir. Kamanjaya langsung menggendong Ratri dan masuk ke sebuah gubuk yang tak jauh dari sungai. Di dalam gubuk tersebut, Ratri meminta maaf atas perbuatan lancangnya tadi. Seketika Kamanjaya memberikan ciuman lagi kepada Ratri dan berkata jujur jika dirinya juga memiliki perasaan yang sama dengan Ratri. Sejak saat itulah, hubungan Ratri dan Kamanjaya semakin dekat. Kamanjaya pun memberikan semangat pada Ratri untuk bisa menentukan masa depannya sendiri, tanpa harus menjadi Nyai Santi selanjutnya. Ratri juga semakin bersemangat Kamanjaya pun berjanji setelah selesai kuliah, akan menjemput Ratri dan menikah. Selain itu, Kamanjaya pun memotivasi Ratri untuk bisa hidup mandiri dan tak lagi berfikir jika perempuan itu tidak setara dengan pria seperti sahabatnya, Ningsih (Annisa Hertami) yang kini memimpin organisasi perempuan dan membawa banyak perubahan di daerahnya.


Ratri yang awalnya tidak mempunyai harapan dan hanya bergantung pada nasib sebagai penerus tradisi gowok dari Nyai Santi, kini punya tekad untuk bisa hidup mandiri dan menikah dengan orang yang ia cintai yaitu Kamanjaya. Setelah selesai menyelesaikan prosesi gowok, Kamanjaya pulang untuk kuliah dan berjanji pada Ratri akan saling berkirim kabar melalui surat selama keduanya terpisahkan oleh jarak. Selama menjalani hubungan jarak jauh itu, Ratri semakin semangat untuk bisa hidup mandiri dan tak lagi bergantung pada Nyai Santi. Ia juga kini lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar di organisasi GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) yang dikelola oleh Ningsih. Untungnya, Nyai Santi tidak melarang Ratri dalam membagi waktunya bekerja di rumah dan juga mengejar mimpinya.
Suatu hari, Ratri mendapat kabar perihal pernikahan yang digelar oleh dua keluarga kalangan pejabat. Kedua mempelainya itu adalah Kamanjaya dan Nila (Ayu Prasiska). Dengan pernikahan tersebut, otomatis Kamanjaya akan menjadi kepala daerah selanjutnya menggantikan ayah dari Nila. Melihat kabar tentang pernikahan Kamanjaya itu membuat Ratri sakit hati. Ia masih tidak percaya jika kekasihnya itu yang sudah berjanji ternyata sama saja seperti pria-pria kalangan priayi pada umumnya. Ratri pun akhirnya memutuskan untuk tak lagi mengejar mimpinya menjadi wanita yang mandiri. Ia ingin menjadi penerus Nyai Santi sebagai penggowok dan melestarikan tradisi tersebut untuk selama-lamanya. Keputusan tersebut tentunya membuat Nyai Santi sangat senang. Anak didiknya yang sudah ia besarkan dan dianggap sebagai anaknya sendiri ini, kini bersedia menjadi penerus dirinya. Ia pun memberikan kitab keramat Atmaprawesa yang menjadi panduan bagi Nyai Santi untuk melestarikan tradisi gowok. Ratri bercita-cita ingin menjadi penggowok handal dan terkenal sama seperti Nyai Santi.
15 tahun berlalu, Ratri (Raihaanun) kini sudah dewasa dan berhasil menjadi penggowok yang disukai oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Nyai Santi sangat bangga dengan segala pencapaian Ratri tersebut. Hingga suatu hari, Nyai Santi dan Ratri kedatangan keluarga gubernur yaitu KGP Haryo (Slamet Rahardjo) beserta sang anak yaitu Nila dan cucunya, Bagas (Ali Fikry) yang ingin menitipkan cucu mereka untuk di-gowok sebelum dinikahkan dengan seorang permaisuri. Tak lama setelah itu, suami dari Nila yaitu Kamanjaya (Reza Rahadian) datang dan membuat Ratri sangat terkejut. Ia berusaha untuk tenang di hadapan semua orang. Ratri kemudian bersedia untuk menggowok Bagas dengan satu syarat, yaitu keluarga Bagas harus membayar terlebih dahulu dan ikut menyumbang dalam membangun sekolah khusus perempuan yang sedang direncanakan oleh Ratri dan juga Ningsih di GERWANI. 


Selama tinggal di kediaman Nyai Santi, Bagas mendapatkan treatment paling maksimal dari Ratri. Dengan dibantu Sri (Nayla Purnama) dan Liyan, semua perlengkapan prosesi gowok dipersiapkan sangat matang. Tanpa sepengetahuan Nyai Santi, Ratri menyusun rencana untuk membawa Bagas ikut ritual ke sungai sambil membacakan mantra mistis di hadapan dewa asmara Kamajaya dan Kamaratih. Mantra tersebut menjadi pengikat sakral antara pria dan wanita sampai maut yang memisahkan. Setelah ritual di sungai, Bagas menjalani tradisi gowok bersama Ratri.


Keesokan harinya, Bagas merasakan lega dan sangat bahagia usai di-gowok oleh Ratri. Tak hanya itu saja, Bagas pun semakin terobsesi ingin terus bersama dengan Ratri. Di sisi lain, Nyai Santi mulai merasakan kejanggalan terhadap Bagas. Kecurigaan Nyai Santi akhirnya terbukti. Ratri sengaja memberikan mantra yang ada di buku Atmaprawesa itu kepada Bagas agar tak bisa lepas dari dirinya. Ratri ingin balas dendam terhadap cintanya yang tak sampai terhadap Kamanjaya di masa lalu lewat Bagas.
Permasalahan semakin pelik, ketika satu persatu rahasia yang selama ini disimpan Nyai Santi dan keluarga besar Kamanjaya mulai terkuak. Bagaimana Ratri menghadapi semua kenyataan pahit tersebut?


#Review:
Sutradara Hanung Bramantyo kembali berkolaborasi dengan MVP Pictures lewat film terbaru berjudul GOWOK: KAMASUTRA JAWA (2025). Film ini mengangkat salah satu tradisi Jawa kuno yang terlupakan yaitu Gowok, seorang wanita yang berperan sebagai pengajar untuk memberikan pendidikan seks kepada calon pengantin pria dari kalangan atas. Tradisi Gowok ini bertujuan untuk mempersiapkan para pria muda untuk kehidupan berumah tangga, termasuk urusan ranjang, dengan mengajarkan cara memuaskan pasangan secara lahir dan batin. Dari deskripsi singkat tentang Gowok saja, penonton pasti akan mudah menduga jika film ini akan mengeksplorasi profesi Gowok beserta hal-hal sensualitasnya.


Untuk segi cerita, sutradara Hanung Bramantyo kembali menghadirkan plot yang punya potensi jadi bahan perbincangan setelah sebelumnya sukses lewat film TUHAN IZINKAN AKU BERDOSA (2024). Di film GOWOK (2025) ini, profesi sebagai seorang Gowok dieksplor dengan sangat detail. Hal tersebut bisa penonton lihat di babak awal film yang menurutku menjadi bagian terbaik di film ini. Step by step dan job desk dari karakter Nyai Santi sejak tamu tiba sampai proses Gowok selesai sangat profesional sekaligus memperkuat stigma tentang budaya patriarki di era tahun 50an. Hal tersebut semakin disentil oleh sang sutradara lewat serangkaian dialog dan adegan di film ini yang menempatkan wanita dianggap tidak bisa dan tidak layak setara dengan pria. Rasa miris dan getir bisa kita rasakan ketika melihat Ratri yang sangat sungkan untuk berbicara dengan Kamanjaya. Selain itu, alur cerita di babak pertama ini terasa makin solid saat memasuki eksplorasi sensualnya. Hanung Bramantyo sekali lagi berhasil membungkus adegan-adegan sensualnya tidak vulgar namun penuh artistik dengan teknik pengambilan gambar yang ciamik. Ditambah lagi, elemen fiksi tentang dua dewa asmara serta kitab Atmaprawesa disini membuat vibes film GOWOK (2025) terasa semakin magis dan juga sakral. Saat babak pertama berakhir pun, Hanung Bramantyo mengakhirinya dengan cerita klise tentang cinta beda kasta namun terasa dramatis dan pedih.


Memasuki babak kedua, plot cerita perlahan mulai complicated. Karakter Ratri dewasa berusaha mengejar impiannya bisa hidup mandiri dan tidak bergantung balas budi kepada Nyai Santi. Semangat emansipasi Ratri disini semakin membara ketika ia memutuskan menjadi bagian dari GERWANI. Namun sayang, pada bagian ini motivasi karakter Ratri untuk mewujudkan mimpinya terasa kurang konsisten dan kurang terarah fokusnya mau kemana. Tiba-tiba saja Ratri berambisi ingin membangun sekolah perempuan, namun di sisi lain, ia belum sepenuhnya pergi meninggalkan profesinya sebagai seorang penggowok di rumahnya Nyai Santi. Selain menyuguhkan plot seputar emansipasi dan juga budaya patriarki, sang sutradara juga menghadirkan banyak narasi lainnya seperti dinamika politik di kalangan pejabat, perselingkuhan, drama jebakan dalam pernikahan hingga konflik perpecahan mengenai PKI dan komunis berjalan beriringan sampai film selesai. Selain banyaknya narasi yang menumpuk, film GOWOK (2025) ini juga sedikit mengalami pergeseran genre dari drama ala romeo juliet menjadi semi thriller, horror sampai action! Entah apa yang ada di benak Hanung Bramantyo, eksperimen multiple genre yang sudah ia lakukan sebelumnya di film MUSTIKA RASA (2025) kembali ia lakukan di film ini. Alhasil, aku yang menonton merasa sangat lelah usai menonton film ini. Andai saja berfokus pada satu plot dan tidak melebar kemana-mana, hasilnya pasti akan lebih memorable.
Untuk jajaran pemain, aku takjub dengan pemilihan Alika Jantinia dan Raihaanun. Estafet karakter Ratri yang mereka perankan tampil flawless. Bahkan keduanya pun terlihat sangat mirip dan believable banget sebagai transformasi dari Ratri remaja ke dewasa. Range emosi serta gesture yang keduanya tampilkan sukses membuatku terpukau. Penampilan gemilang lainnya datang dari Devano Danendra dan Reza Rahadian yang berhasil menghidupkan karakter Kamanjaya dengan aksen jawa ngapaknya. Chemistry yang dibangun oleh mereka berempat menjadi nilai tertinggi dari film ini. Big applause selanjutnya harus diberikan kepada Ibu Lola Amaria yang tampil sangat apik sebagai Nyai Santi. Totalitas akting beliau memang sudah teruji dan berkualitas, meskipun sudah belasan tahun absen sebagai seorang aktor dan lebih fokus berada di belakang layar. Aku sangat yakin, kelima aktor di film GOWOK (2025) ini akan panen nominasi dan bahkan bisa saja menang di berbagai ajang penghargaan film nasional.
Untuk urusan visual, film GOWOK (2025) berhasil menyajikan suasana tanah Jawa di era 50-80an. Tata artistik, properti, busana, sinematografi sampai scoring yang ditampilkan sangat cantik dan juga mahal. Tak heran rasanya jika MVP Pictures mengeluarkan budget cukup besar untuk produksi film ini. Overall, film GOWOK (2025) tidak sepenuhnya menjual sensualitas, namun tetap mengedepankan narasi cerita drama yang apik, dramatis meskipun saat menuju akhir film, terlalu banyak hal yang ingin disampaikan.


[8/10Bintang]

No comments:

Post a Comment