#Description:
Title: Black Phone 2 (2025)
Casts: Mason Thames, Madeleine McGraw, Ethan Hawke, Demian Bichir, Jeremy Davies, Arianna Rivas, Miguel Mora, Anna Lore, Graham Abbey, Maev Beaty
Director: Scott Derrickson
Studio: BlumHouse Productions, Crooked Highway, Universal Pictures
#Synopsis:
Empat tahun setelah mengalami insiden penculikan, Finney Blake (Mason Thames) semakin dikenal sebagai anak remaja yang pemberani karena berhasil melarikan diri dan membunuh si penculik yaitu The Grabber (Ethan Hawke). Hal tersebut membuat orang-orang disekitarnya tak ada lagi yang merundung Finney.
Di sisi lain, kemampuan indera keenam dari Gwen Blake (Madeleine McGraw), adiknya Finney semakin kuat dan juga sensitif. Suatu malam, Gwen bermimpi mendapat panggilan telepon dari seorang perempuan yang meminta pertolongan kepadanya. Setelah ditelusuri lebih jauh, telepon tersebut berasal dari mendiang ibunya, Hope Blake (Anna Lore) yang memberikan petunjuk pada Gwen untuk mendatangi sebuah tempat. Seiring berjalannya waktu, mimpi tersebut terus berulang-ulang. Gwen melihat tiga petunjuk berupa tiga huruf yang diukir pada lapisan es dari danau yang membeku. Petunjuk yang diberikan mendiang ibunya itu kemudian mengarah pada sebuah area perkemahan di dekat danau Alpine.
Ditengah musim salju, Gwen memutuskan pergi ke sana dengan ditemani gebetannya, Ernesto (Miguel Mora). Saat mereka akan berangkat, sang ayah yaitu Terrence Blake (Jeremy Davies) meminta Finney untuk ikut menemani sang adik pergi ke danau Alpine. Finney pun bersedia dan mereka bertiga berangkat ke sana.
Dalam perjalanan, cuaca tidak bersahabat. salju turun disertai angin kencang. Ernesto pun berusaha membawa mobil dengan sangat hati-hati agar tidak tergelincir. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, mereka tiba di sana dan langsung mendatangi sebuah pondok penginapan yang tak jauh dari danau Alpine. Di penginapan, Finney, Gwen dan Ernesto disambut baik oleh pengelola perkemahan di danau Alpine yaitu Armando (Demian Bichir) beserta tunangannya, Mustang (Arianna Rivas) dan pasangan Kenneth (Graham Abbey) dan Barbara (Maev Beaty). Kehadiran Finney, Gwen dan Ernesto membuat Armando kebingungan karena selama musim salju sangat jarang wisatawan yang berkunjung ke tempatnya. Meskipun demikian, ia tetap menerima mereka bertiga untuk menginap di perkemahan. Setelah beres-beres, mereka bertiga tidur di tempat terpisah karena laki-laki dan perempuan dibedakan untuk kamar asramanya. Gwen diantar oleh Mustang sendirian menuju asrama.
Selama menginap di sana, Gwen mengalami mimpi buruk dan juga sleep walking. Dalam tidur lelapnya itu Gwen melihat berbagai kejadian mengerikan yang menimpa tiga orang anak laki-laki yang sedang berkemah di sana. Tak hanya itu saja, Gwen juga sering mendengar suara telepon berdering yang memberikan banyak petunjuk untuknya. Sementara itu, Finney juga mulai merasakan adanya gangguan gaib yang mengancam dirinya. Finney, Gwen dan Ernesto kemudian menceritakan maksud kedatangan mereka ke perkemahan tersebut pada Armando, karena ingin mengungkap kematian tragis dari tiga anak laki-laki yang terjadi di sana. Armando terkejut saat mengetahui bahwa Finney dan Gwen merupakan anak kandung dari salah satu karyawannya yang dulu bekerja di sana yaitu Hope. Armando pun masih tak menyangka jika Hope Blake meninggal dengan cara gantung diri. Hal tersebut yang membuat Terrence depresi hingga melampiaskan rasa bersalahnya kepada Finney dan Gwen di lima tahun yang lalu.
Seiring berjalannya waktu, Armando kemudian memperlihatkan arsip foto para pengelola dan karyawan yang mengelola perkemahannya pada Gwen, Finney dan Ernesto. Dalam foto tersebut nampak mendiang ibu mereka. Setelah itu, Finney melihat seorang pria yang postur dan bentuk mukanya sangat mirip dengan The Grabber. Finney yakin jika orang tersebut adalah orang yang menculik dirinya dan telah membunuh banyak anak-anak di lingkungan rumah mereka. Armando pun menjelaskan jika pria tersebut bernama Wild Bill (Ethan Hawke), yang sering dipanggil Hickok karena rambut gondrong dan menggunakan topi cowboy.
Selama empat malam menginap di sana, berbagai petunjuk yang didapatkan Gwen dan Finney mulai menemukan titik terang. Disaat yang bersamaan, keduanya pun semakin sering diganggu oleh sosok gaib yang berwujud seperti The Grabber. Gwen akhirnya mendapat pengelihatan di masa lalu saat mendiang ibunya masih hidup. Dalam pengelihatannya itu, Hope mencurigai rekan kerjanya yaitu Wild Bill yang sering berkeliling dengan membawa mobil van berwarna hitam. Hingga suatu ketika, Hope mengintip ke jendela rumah Bill dan melihat seorang anak laki-laki disekap di ruang bawah tanah. Saat mengetahui Hope ada di depan rumahnya, Bill langsung menyergapnya dan memasukkan Hope ke dalam mobil van. Malam harinya, Bill menggantungkan Hope di garasi rumahnya agar seolah-olah jika Hope meninggal karena gantung diri.
Setelah terkuak siapa sosok The Grabber sebenarnya, Finney pun meminta pada Gwen dan Ernesto untuk segera pergi dari sana karena arwah Wild Bill sedang membalaskan dendamnya untuk menghabisi dirinya dan juga Gwen. Namun Gwen menolak pergi sebelum semuanya selesai. Gwen harus menemukan tiga jasad anak yang ditenggelamkan di danau Alpine untuk dikuburkan secara layak, karena hal tersebut dapat melemahkan kekuatan gaib dari arwah Wild Bill. Akankah rencana mereka berhasil?
#Review:
Kesuksesan film THE BLACK PHONE (2022) yang mencetak box office hit dengan pendapatan mencapai 161 juta Dollar Amerika Serikat, dari modal sekitar 18 juta Dollar membuat BlumHouse dan Universal Pictures langsung memberikan lampu hijau menggarap sekuelnya. Beruntung, kursi sutradara dan penulisan cerita skenario masih dikerjakan oleh duet Scott Derrickson dan Robert Cargill.
Untuk segi cerita, film BLACK PHONE 2 (2025) merupakan pengembangan cerita film pertamanya yang membahas lebih detail mengenai sepak terjang The Grabber sebelum insiden penculikan terhadap Finney Blake. Di paruh awal film, persis dengan film pertamanya yang dominan membangun cerita secara perlahan dengan menampilkan bagaimana indera keenam Gwen semakin kuat serta bisa melihat kejadian di masa lalu. Bagi penonton yang belum sempat menonton film pertamanya, mungkin akan terasa membosankan karena adegan-adegan yang dialami Gwen dan Finney terasa repetitif. Ditambah lagi suara dering telepon yang bising selalu mendominasi saat mereka berdua diganggu oleh The Grabber. Memasuki pertengahan film, kejutan cerita perlahan mulai dimunculkan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian di film pertama. Benang merah antara dua film ini tampil sangat smooth. Teka-teki tentang siapa sosok The Grabber yang punya kaitan dengan masa lalu keluarga Blake juga cukup believable meskipun background dan motivasi dari Wild Bill kenapa punya fetish menculik sampai membunuh anak laki-laki di film pertama maupun kedua masih tidak terungkap dengan tuntas.
Fokus cerita sekuelnya kali ini juga diestafet kepada karakter Gwen. Visualisasi vision Gwen yang menampilkan kejadian tragis kepada 3 bocah laki-laki dan ibunya di masa lalu bergaya footage dengan filter grainy, seketika langsung mengingatkanku akan masterpiece nya Scott Derrickson yaitu SINISTER (2012). Terdapat beberapa adegan horror yang eksekusinya cakep banget. Seperti adegan boneka salju di jendela terasa seperti homage untuk film SINISTER (2012), kemudian adegan The Grabber menyiksa Gwen di alam bawah sadar dan dunia nyata dalam kondisi tidur. Intens ketegangannya sangat maksimal dan depresif banget! Chaos yang terjadi di babak akhir film saat seluruh karakter berkumpul di danau es eksekusinya menurutku mengesankan. Kerjasama antara Gwen, Finney dan karakter lain untuk melumpuhkan arwah gentayangan dari The Grabber terbilang cerdik dan berhasil bikin greget selama menonton. Sosok The Grabber semakin terasa inspired by dari sosok ikonik Freddy Krueger. Hahaha.
Overall, film BLACK PHONE 2 (2025) berhasil mengembangkan cerita horror thriller sederhana dari salah satu cerita pendek karya Joe Hill menjadi sajian yang kompleks, menyeramkan dan juga sadis. Salah satu film horror Hollywood terbaik di tahun ini. Keren!
[8.5/10Bintang]
No comments:
Post a Comment