Liburan long weekend pada moment Idul Adha 1438 Hijriyah (1-2 September 2017) ini menjadi unforgettable journey in my life! Baru pertama kalinya, jarak tempuh cuma -/+ 17 kilometer dari Pusat Kota Bandung menuju The Lodge Maribaya harus ditempuh pulang-pergi selama 9 jam! Yess.. Sembilan jam! Dua kali lipat perjalanan Tasikmalaya - Bandung atau sama dengan perjalanan Bandung - Yogyakarta!
Pagi itu, 2 September 2017 gue kedatangan teman-teman dekat gue dari Jakarta dan Tasikmalaya yang lagi menikmati long weekend Idul Adha di Bandung. Awalnya gue gak ada niatan sama sekali untuk berwisata ke daerah Lembang apalagi Maribaya. Gue yakin pasti bakalan macet kalau memutuskan berwisata ke daerah sana. Tapi salah satu temen gue itu kepengen banget jalan-jalan ke Maribaya. Akhirnya kita bertiga memutuskan untuk nekad berangkat pergi ke Maribaya.
Transportasi yang dipakai, kami naik mobil dengan memesan Go-Car. Setelah menunggu 10-15 menitan, mobilpun tiba menjemput kami. Si driver Go-Car yang bernama Pak Andreas mengendarai mobil matic Daihatsu Ayla berwarna merah. Awalnya Pak Andreas agak sedikit menyesal karena telah mem-pickup orderan kami untuk pergi ke The Lodge Maribaya. Hal itu terlihat dari gesture serta obrolannya. Gue juga mikir sih, long weekend gini orderan ke The Lodge Maribaya, ongkosnya cuma Rp.35.000 dan pake saldo Go-Pay juga, tapi karena sudah terlanjur, beliau akhirnya bersedia mengantarkan kami ke tempat tujuan.
Perjalanan kami dimulai dari daerah Ciumbuleuit. Untungnya Pak Andreas sudah tahu jalan dan memutuskan lewat daerah Ciumbuleuit untuk pergi ke Lembang lalu The Lodge Maribaya. 30 menit dalam perjalanan awalnya lancar. Gue sempet berpikir kalau si Pak Andreas ini pinter juga ngambil jalan via Ciumbuleuit untuk pergi ke daerah Lembang. Karena gue yakin kalo ngambil jalan biasa ke daerah Setiabudi, pasti macet total. Tapi ternyata, setibanya di daerah Lembang, mobil yang kami tumpangi terjebak macet PARAH!
Perjalanan itu baru dimulai setengahnya. Kami semua hanya bisa pasrah menghadapi kemacetan ini. 2 jam berlalu pun, mobil yang kami tumpangi cuma bisa bergerak beberapa jengkal saja. kendaraan yang menuju kawasan Maribaya ternyata sangat banyak. Posisi duduk kami dalam mobil sudah tidak karuan lagi. Ditambah cuaca siang hari sangat terik membuat seisi mobil kepanasan, padahal AC sudah dinyalakan. Karena bete berjam-jam cuma bergerak sejengkal, dua jengkal, gue memutuskan untuk keluar mobil dan mencari warung dipinggir jalan untuk membeli minuman dan cemilan.
Ketika gue turun dari mobil, dan sedikit melihat kedepan, ternyata antrian kendaraan mobil sangaaat panjaaang! Gue makin penasaran dengan penyebab kemacetan ini, gue kemudian berjalan kedepan untuk melihat keadaan.
Ditambah cuaca saat itu sangatlah panas terik, angin cukup bertiup kencang dan polusi debu karena tanah yang berada disekitar terjadinya kemacetan cukup gersang. Dan gue mendapat informasi dari warga sekitar kalau macet ini sampai kawasan pintu masuk The Lodge Maribaya (kurang lebih jarak pintu masuk dengan mobil yang kami tumpangi sejauh 6-7 kilometer). Daripada suasana tidak karuan didalam mobil, gue melanjutkan aksi jalan kaki gue menyusuri deretan kendaraan yang terjebak macet parah. Dan ternyata, penyebab kemacetan yang terjadi menuju kawasan The Lodge Maribaya itu adanya sistem buka tutup. Ditambah lagi kondisi jalannya sedang pengecoran dengan beton yang belum rampung, membuat jalanan menuju kawasan The Lodge Maribaya macet parah.
Sistem buka tutup jalan yang dilakukan oleh masyarakat setempat juga dimanfaatkan untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Meskipun seikhlasnya, tak sedikit juga para kendaraan yang mau tak mau memberikan receh selagi nunggu kendaraan mereka bisa berjalan maju.
Sistem buka tutup jalan yang dilakukan oleh masyarakat setempat juga dimanfaatkan untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Meskipun seikhlasnya, tak sedikit juga para kendaraan yang mau tak mau memberikan receh selagi nunggu kendaraan mereka bisa berjalan maju.
Lokasi The Lodge Maribaya ternyata sangatlah terpencil. Akses utama hanya satu jalan seluas 2 mobil dan itu juga kita harus menelusuri jurang, hutan, berkali-kali jalanan menanjak dan juga terjal. Gue yang memutuskan untuk berjalan kaki, tak terasa tiba juga di area parkir The Lodge Maribaya. Dan jika dikalkulasikan, gue berjalan sejauh lebih dari 6 kilometer!
Setibanya di area parkir kira-kira pukul 15:45, mobil kami harus membayar sebesar Rp.15.000.- untuk parkir kendaraan. Jarak antara lahan parkir mobil dan pintu masuk juga cukup jauh sekitar 500-1000 meter. Setibanya di tempat pembelian tiket, kita juga harus kembali antri.
Harga tiket masuk yang diberlakukan pada saat itu adalah:
Weekday: Rp.20.000/orang
Weekend: Rp.25.000/orang
Tiket tersebut juga mendapat voucher minuman gratis. Ketika kami kesana mendapatkan satu gelas minuman Milo dingin.
Usai mendapatkan tiket masuk, lagi-lagi harus kembali antri untuk masuk ke The Lodge Maribaya. Karena saat itu pengunjung tempat wisata sangatlah sangat-sangat banyak! Ketika sudah berada dikawasan The Lodge Maribaya, kita harus menelusuri naik turun tangga untuk mengeksplor tempat wisata.
Kala itu semua tempat spot foto sudah penuh dan antri. Banyak banget wisatawan yang ingin berfoto di spot-spot foto terbaik di The Lodge Maribaya meskipun harus kembali membayar sebesar Rp.20.000.- untuk SATU KALI jepretan foto. Gue sama kedua temen gue memutuskan untuk berfoto-foto di spot photo yang gratisan saja karena sudah terlanjur capek serta males duluan melihat antrian yang mengular di spot-spot foto itu.
Ditengah-tengah sedang asyik mengabadikan foto, terdengar suara pengumuman dari pengeras suara bahwa kawasan wisata The Lodge Maribaya akan ditutup pada pukul 17:00. Jam di ponsel kita sudah menunjukan pukul 16:30, yang dimana KITA CUMA mempunyai kesempatan untuk menikmati The Lodge Maribaya tinggal 30 menit lagi. SH*T! Perjalanan 4 jam menuju The Lodge Maribaya cuma segitu doang?!
Setelah selesai mengabadikan foto-foto (meskipun masih kurang banyak banget), kami memutuskan untuk kembali ke parkiran dan pulang. Kami juga berdiskusi bersama Pak Andreas untuk menentukan tarif offline mobilnya yang uyuhan sudah nganterin kami ke The Lodge Maribaya. Deal lah Rp.300.000.- antara kami dengan Pak Andreas untuk bisa kembali pulang.
Jam sudah menunjukan pukul 17:30, mobil kami akhirnya keluar dari kawasan Maribaya. Gue dan temen-temen gue sangat berharap kondisi jalan sudah lancar. Disepanjang perjalanan gue cuma bisa bilang dalam hati "kasian deh lo" kepada yang masih antri untuk pergi ke The Lodge Maribaya, karena tempat itu sudah TUTUP! HAHAHA *evil laugh*
Setelah keluar dari kawasan Maribaya, gue masuk kawasan Lembang lalu Dago Giri. Dan disana kita kembali lagi bertemu dengan kemacetan. Dan kali ini sama parahnya ketika waktu berangkat. Hampir satu jam lebih mobil tidak bergerak sama sekali. Jam di ponsel terus bertambah. Semua badan terasa pegal-pegal.
Dan akhirnya, pada jam 22:30 mobil kami berhasil keluar dari kawasan Dago. Gue dan Pak Andreas dibuat keheranan setengah mati melihat kondisi jalanan di Kota Bandung (Dago, Surapati, Cihampelas) kala itu LANCAR! Gue dan kedua teman hanya bisa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerelaannya Pak Andreas yang mau mengantarkan kami ke The Lodge Maribaya dan kembali ke kosan di daerah Surapati, Gasibu.
Overall, gue gak bisa kasih high recommended untuk berwisata ke The Lodge Maribaya ketika weekend atau tanggal libur merah kalender. Kalau tetap kekeuh, kejadian yang gue alamin bakal kalian alamin juga! Semoga kedepannya, The Lodge Maribaya terus membenahi diri agar para wisatawan ngerasa worth it setelah berjam-jam antri dan terjebak macet berwisata disana.
0 comments:
Post a Comment