#Description:
Title: Aruna & Lidahnya (2018)
Casts: Dian Sastrowardoyo, Oka Antara, Hannah Al-Rashid, Nicholas Saputra, Desta, Ayu Azhari
Director: Edwin
Studio: Palari Films, CJ Entertainment
#Synopsis:
Aruna (Dian Sastrowardoyo) adalah ahli epidemiologist di sebuah perusahaan bernama One World. Suatu hari ia mendapat tugas dari atasanya Pak Burhan (Desta) untuk menyelidiki kasus H5N1 atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung yang dikabarkan menyebar acak di beberapa kota di Indonesia. Aruna ditugaskan untuk menyelidiki virus tersebut dengan mengacu pada data yang sudah dipersiapkan oleh Ibu Priya (Ayu Azhari) dari Badan Penanggulangan Bencana Wabah Penyakit.
Awalnya Aruna sempat tidak tertarik dan memutuskan untuk menolak tugas tersebut. Ia kemudian menceritakan tugas tersebut pada Bono (Nicholas Saputra), seorang chef terkenal disebuah restoran populer di Jakarta. Bono kemudian bersedia cuti dari pekerjaannya demi menemani Aruna mengerjakan tugasnya. Bono juga berinisiatif disepanjang perjalanan nanti ia akan mengajak Aruna untuk mencicipi berbagai macam kuliner ditempat yang mereka singgahi. Bono juga menawarkan untuk mencari resep nasi goreng yang selama ini Aruna cari. Resep nasi goreng yang Aruna cari adalah resep rahasia dari asisten rumah tangga dirumah keluarganya. Hingga detik ini, Aruna belum berhasil menemukan resep nasi goreng itu. Mendengar tawaran tersebut, Aruna langsung bersemangat untuk mengambil tugas itu.
Disatu sisi, Nadezhda (Hannah Al-Rashid) sahabat dari Aruna yang merupakan seorang food-reviewer yang sudah melanglangbuana ke berbagai penjuru dunia pulang ke Indonesia. Tanpa pikir panjang, Aruna langsung mengajak Nadezhda untuk ikut menemaninya bekerja sekaligus berwisata kuliner. Mendengar Nadezhda bakal ikut, membuat Bono gembira. Pasalnya Bono sendiri diam-diam menyimpan rasa suka pada Nadezhda.
Perjalanan mereka pun dimulai. Aruna, Bono dan Nadezhda tiba di Surabaya. Setibanya disana, mereka bertiga bertemu dengan Farish (Oka Antara), mantan teman satu kantor Aruna yang kini telah bekerja di Badan Penanggulangan Bencana Wabah Penyakit. Farish ditugaskan oleh kantornya untuk menemani Aruna menginvestigasi kasus flu burung itu. Hadirnya Farish membuat Aruna juga sedikit bahagia lantaran dari zaman mereka masih satu kantor, dirinya diam-diam naksir Farish. Namun karena mereka berdua sering berbeda argumentasi, rasa suka yang ada didalam diri Aruna terkadang berubah menjadi rasa kesal hingga benci.
Sepanjang perjalanan dari Surabaya, Lamongan, Madura, Pontianak, hingga Singkawang mereka mencicipi berbagai jenis kuliner khas lokal. Mulai dari Rawon Surabaya, Kacang Kowa, Soto Lamongan, Rujak Soto, Choi Pan, Pangkang, Bakmi Kepiting, hingga Madumongso semuanya mereka cicipi. Disela-sela kulineran tersebut, tugas utama Aruna dan Farish menginvestigasi tentang virus flu burung tetap berjalan. Keduanya melakukan wawancara ke berbagai narasumber baik itu dokter, petugas kesehatan di rumah sakit setempat, hingga para pasien yang konon terduga terpapar virus flu burung.
Perlahan tapi pasti, Aruna mulai melihat kejanggalan akan data yang ia terima dari Badan Penanggulangan Bencana Wabah Penyakit. Hampir semua tempat yang Aruna dan Farish kunjungi untuk investigasi tidak menemukan adanya wabah flu burung. Semua pasien yang dikabarkan terpapar virus flu burung nyatanya hanya mengalami gejala demam biasa. Pihak dokter dan petugas rumah sakit juga mempunyai pemikiran yang sama dengan Aruna.
Seiring berjalannya waktu, hubungan antara Aruna, Farish, Nadezhda dan Bono semakin rumit. Cinta segi empat yang tumbuh diantara mereka serta kecurigaan Aruna akan virus flu burung ini semakin menambah panjang cerita mereka. Akankah Aruna menyelesaikan tugasnya sekaligus menemukan resep nasi goreng Mbok Sawal yang selama ini ia cari?
#Review:
Film Indonesia bertemakan kuliner mungkin jarang banget diangkat ke layar lebar oleh para sineas perfilman Indonesia. Tahun 2014 lalu muncul film TABULA RASA yang menceritakan problematika sebuah rumah makan padang dengan para karyawannya. Dewi Irawan yang bermain dalam film itu berhasil meraih penghargaan Pemeran Utama Wanita Terbaik Festival Film Indonesia 2014. Tahun 2018 ini giliran Palari Films mengangkat sebuah film bertema kuliner yang diadaptasi dari novel Laksmi Pamuntjak berjudul ARUNA & LIDAHNYA (2018). Film ini menjadi salah satu film Indonesia yang paling diantisipasi kehadirannya lantaran menggandeng Edwin duduk sebagai sutradaranya. Edwin sendiri sebelumnya sudah terkenal sebagai salah satu sutradara arthouse yang sudah cukup terkenal di tingkat festival film internasional. Debut perdana Edwin bersama dengan Palari Films lewat POSESIF (2017) sukses meraih gelar Sutradara Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 2017 lalu.
Alhamdulillah diriku berkesempatan bisa hadir ke Gala Premiere ARUNA & LIDAHNYA (2018) yang diselenggarakan semalam, 20 September 2018 di Plaza Indonesia XXI Jakarta. Sebuah kebahagiaan tersendiri bisa menonton salah satu film Indonesia yang paling ditunggu tahun ini terlebih dahulu dan melihat didepan mata sendiri sosok Mba Disas, Nicholas, Hannah dan Oka Antara. Yang paling aku suka di Gala Premiere kali ini adalah para penonton diberi complimentary food edisi ARUNA & LIDAHNYA. Tiap undangan secara random diberi Nasi Goreng Aruna / Waffle Gula Aren Bono / Ice Coffee Pandan Nad / Kentang Goreng Farish. Dan aku sendiri kebagian Nasi Goreng Aruna. Btw, rasanya enaak dan punya ciri khas meskipun udah dingin lantaran sengaja gak dimakan ketika nonton filmnya haha.
Untuk segi cerita, ARUNA & LIDAHNYA (2018) ini sebetulnya sudah mainstream yaitu tentang pertemanan dan kisah cinta segiempat. Untungnya Edwin dan penulis skenario Titien Wattimena ini tidak membawa kisah film ARUNA & LIDAHNYA (2018) tidak terjebak ke arah sana. Paruh awal film penonton langsung diajak bertemu dan berkenalan dengan para pemain dalam film ini. Disela-sela cerita diselipkan juga berbagai macam makanan standar yang cukup menggugah selera seperti sop buntut, mie baso, roti bakar hingga kue-kue basah tersaji menemani para karakter. Konflik awal dalam film ini juga dibuat kecil, ringan dan related dengan usia keempat karakter ini. Tak ada sesuatu yang dibuat over dramatis. Semuanya cukup mudah untuk dipahami. Yang paling menonjol berikutnya terletak pada ekspresi dan gesture keempat karakter begitu priceless. Dialog Aruna dan Bowo dengan berbicara langsung (narator) ke layar / penonton seperti pada film JomBlo (2006) memberikan tambahan kelucuan untuk film ini. Dialog antar karakter juga terasa begitu hidup tidak dibuat-buat. Beberapa adegan mungkin terasa sangat dekat dengan keseharian dan teman-teman kantor kita. Chemistry antara Aruna, Farish, Bono dan Nadezhda sudah tidak bisa diragukan lagi pokoknya.
Dian Sastrowardoyo tampil gemas-gemas nyebelin. Aku yakin sosok dan beberapa dialog Aruna dalam film ARUNA & LIDAHNYA (2018) ini akan menjadi iconic. Begitu lucu, ekspresif dan nyebelin in the good way haha! Nicholas Saputra steal the show! Sosok Rangga dan tipe-tipe cowok cool, kalem, minim berdialog disini lepas sudah. Sosok Bono begitu entertaining dan menghibur. Oka Antara dan Hannah Al-Rashid juga tampil memukau dan mampu mengimbangi Dian serta Nicholas. Kehadiran Farish dan Nadezhda yang sempat mencuri dunia yang sedang dibangun oleh Aruna dan Bono berhasil menambah keseruan konflik mereka.
Sisi kuliner yang diangkat dalam film ARUNA & LIDAHNYA (2018) ini begitu memanjakan mata, telinga hingga berhasil membuat auto perut keroncongan. Teknik pengambilan gambar serta filternya begitu ciamik. Paling gak tahan dan nafsu banget melihat roti bakar keju, nasi goreng pinggir jalan buatan Bono, bakmi kepiting dan choi pan Singkawang.
Tapi untuk persoalan investigasi virus flu burung yang Aruna dan Farish lakukan menurutku terasa tidak penting dan kurang menarik karena mungkin tidak terlalu nyambung dengan kuliner, tapi ternyata Edwin memberikan twistnya lewat plotline virus flu burung ini. Aku terkejut sih haha. So unpredictable! Sentuhan arthouse khas Edwin dalam film ini kuat terasa dibeberapa adegan. Suka nih! Jadi tidak terlalu menghilangkan style-nya.
Overall, ARUNA & LIDAHNYA (2018) memuaskan! Tayang di bioskop Indonesia mulai 27 September 2018 mendatang!
[8.5/10Bintang]
Alhamdulillah diriku berkesempatan bisa hadir ke Gala Premiere ARUNA & LIDAHNYA (2018) yang diselenggarakan semalam, 20 September 2018 di Plaza Indonesia XXI Jakarta. Sebuah kebahagiaan tersendiri bisa menonton salah satu film Indonesia yang paling ditunggu tahun ini terlebih dahulu dan melihat didepan mata sendiri sosok Mba Disas, Nicholas, Hannah dan Oka Antara. Yang paling aku suka di Gala Premiere kali ini adalah para penonton diberi complimentary food edisi ARUNA & LIDAHNYA. Tiap undangan secara random diberi Nasi Goreng Aruna / Waffle Gula Aren Bono / Ice Coffee Pandan Nad / Kentang Goreng Farish. Dan aku sendiri kebagian Nasi Goreng Aruna. Btw, rasanya enaak dan punya ciri khas meskipun udah dingin lantaran sengaja gak dimakan ketika nonton filmnya haha.
Tapi untuk persoalan investigasi virus flu burung yang Aruna dan Farish lakukan menurutku terasa tidak penting dan kurang menarik karena mungkin tidak terlalu nyambung dengan kuliner, tapi ternyata Edwin memberikan twistnya lewat plotline virus flu burung ini. Aku terkejut sih haha. So unpredictable! Sentuhan arthouse khas Edwin dalam film ini kuat terasa dibeberapa adegan. Suka nih! Jadi tidak terlalu menghilangkan style-nya.
Overall, ARUNA & LIDAHNYA (2018) memuaskan! Tayang di bioskop Indonesia mulai 27 September 2018 mendatang!
[8.5/10Bintang]
No comments:
Post a Comment