Thursday, 28 February 2019

[Review] Dilan 1991: Kisah Cinta Dilan & Milea Kembali Berlanjut


#Description:
Title: Dilan 1991 (2019)
Casts: Iqbaal Ramadhan, Vanesha Prescilla, Jerome Kurnia, Refal Hady, Debo Andryos, Yuriko Angeline, Zulfa Maharani, Gusti Rayhan, Omara Esteghlal,  Happy Salma, Ira Wibowo, Farhan, Bucek Deff, Maudy Koesnaedi, Zara JKT48, Tikeu Priyatnakusumah, Ence Bagus, Ridwan Kamil, Roy Sungkono, Teuku Rifnu Wikana, Andovi Da Lopez
Director: Pidi Baiq, Fajar Bustomi
Studio: Max Pictures, Falcon Pictures

#Synopsis:
Disore hari, pada tanggal 22 Desember 1990, ditengah hujan sambil mengendarai sepeda motor, Dilan (Iqbaal Ramadhan) dan Milea (Vanesha Prescilla) resmi berpacaran. Keduanya kini menjadi sepasang kekasih. Milea sangat bahagia, hubungannya dengan Dilan kini sudah mempunyai kejelasan.
Setiap hari, keduanya selalu dilanda rindu. Untuk mengobati kerinduan, Dilan dan Milea selalu bertemu tiap pulang-berangkat sekolah, saling bertegur rayuan satu sama lain dan tak lupa juga selalu bertelepon setiap malam. Milea yang berpacaran membuat teman-temannya, Wati (Yoriko Angeline) dan Rani (Zulfa Maharani) bahagia. Namun tidak bagi Nandan (Debo Andryos), harapan dirinya bisa mempunyai hubungan dengan Milea pupus sudah. Begitu juga dengan Kang Hadi (Refal Hady) mahasiswa sekaligus guru les Milea pun pasrah dan menerima kenyataan ternyata lelaki idaman Milea bukanlah dirinya.


Hubungan Dilan dan Milea pun disetujui oleh masing-masing orang tua mereka. Ayah (Bucek Deff) dan Bunda (Ira Wibowo) senang melihat anak laki-lakinya bisa mendapatkan kekasih secantik Milea. Begitu juga dengan Ayah (Farhan) dan Ibu (Happy Salma) dari Milea yang juga senang kini anaknya semakin bahagia semenjak dekat dengan Dilan.
Suatu hari, keluarga Milea memutuskan untuk berlibur ke rumah kerabat jauhnya yang baru saja pindahan dari Belgia ke Bandung. Sang tante (Maudy Koesnaedi) ternyata pulang ke Bandung lantaran anaknya, Yugo (Jerome Kurnia) yang menginginkannya. Milea dan Yugo ketika masih anak-anak selalu bersama. Hadirnya Yugo di Bandung membuat Milea merasa tidak enak menolak jika Yugo meminta dirinya untuk jalan-jalan berkeliling Bandung.


Yugo ternyata jatuh hati pada Milea. Ia ingin Milea menjadi kekasihnya. Setiap hari bahkan Yugo selalu berusaha untuk bisa jalan-jalan berduaan dengan Milea. Karena tak enak dengan tantenya, Milea pun terpaksa mau menemani Yugo. Dalam perjalanan itu, Milea mendapat kabar dari Pian (Omar Esteghlal) bahwa Dilan berencana akan menyerang komplotan bareng geng motornya yang mengereyok dirinya. Tanpa pikir panjang, Milea meminta antar pada Yugo untuk pergi ke tempat berkumpulnya Dilan. Milea sedih, kecewa dan mengancam akan putus jika Dilan masih saja akan menyerang dengan geng motornya.
Mendengar Milea mengancam akan putus dan melihat Milea bersama dengan Yugo, membuat Dilan terdiam. Ia tetap melakukan aksi penyerangan itu. Namun sial, aksinya itu berimbas ditahan oleh kepolisian. Dilan yang dipenjara membuat Milea bersedih. Ia merasa bersalah lantaran gara-gara Milea semuanya menjadi seperti ini. Milea lalu mencoba menghubungi Bunda Dilan agar ia bisa sedikit lebih tenang.


Ditengah kondisi Dilan yang sedang dipenjara, kabar buruk datang lagi soal Dilan. Ia dan Anhar (Giulio Parengkuan) dinyatakan dikeluarkan oleh sekolah. Milea semakin sedih dan mendengar kabar itu. Disatu sisi, alasan Milea mengancam akan putus agar Dilan tidak lagi ikutan geng motor, tapi disatu sisi lainnya, alasan itu membuat Dilan menjadi semakin mengikuti kesukaannya, hingga tak bisa berkata-kata lagi dan malah menuruti apa keinginan Milea yaitu putus.
Apakah hubungan Dilan dan Milea benar-benar berakhir?

#Review:
Film DILAN 1990 (2018) yang merupakan adaptasi dari novel laris karya Pidi Baiq ini ternyata secara mengejutkan mampu menjadi Film Indonesia Terlaris No.2 Sepanjang Sejarah Perfilman Indonesia dengan raihan penonton diatas 6 juta penonton selama masa penayangan dibioskop. Prestasi luar biasa ini juga yang menjadikan Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla menjadi bintang bersinar dan karakter Dilan-Milea menjadi karakter iconic dikalangan pecinta Film Indonesia. Tanpa berpikir panjang lagi, Max Pictures dibawah naungan Falcon Pictures bergerak cepat melanjutkan film ini yang mengadaptasi dari novel keduanya berjudul DILAN 1991 (2019). 
 

Pada tanggal 24 Februari 2019 lalu, film DILAN 1991 (2019) mengadakan Gala Premiere yang sangat mencuri perhatian warga Indonesia, khususnya untuk warga Bandung, Jawa Barat. Pasalnya, pada hari minggu tersebut dijadikan sebagai #HariDilan di Bandung dimana SELURUH bioskop semua jaringan disana hanya menayangkan film DILAN 1991 (2019). Tak cuma itu saja, selama satu hari full itu seluruh team film ini mengadakan pentas musik, konvoi motor, marathon meet & greet diseluruh bioskop di Bandung dan meresmikan Taman Dilan yang akan dibangun disekitar Gor Saparua, Bandung. Luar biasa kan!
Hari ini, 28 Februari 2019, film DILAN 1991 (2019) rilis serentak diseluruh bioskop Indonesia. Tak tanggung-tanggung juga pada hari pertama penayangan ini, Max Pictures dan Falcon Pictures dengan optimis memasang 700+ layar untuk film ini di jaringan bioskop XXI se-Indonesia, dan ratusan layar di jaringan bioskop lainnya.



Aku pun seperti biasa, memutuskan untuk menonton film ini pada hari pertama penayangan di bioskop. Ketika masuk ke Gading XXI, dari total 10 teater reguler yang tersedia, 6 teater menayangkan film DILAN 1991 (2019) saja! Gokil! Pemantauanku melalui aplikasi Cinema XXI, CGV, dan Tix ID pun semua show film ini khususnya di wilayah Jakarta Utara paling sedikit terisi 75% dan mayoritas nyaris 100% sold-out. 
Untuk segi cerita, sekuelnya kali ini melanjutkan banget dari ending film pertamanya yang berakhir ketika Dilan dan Milea sedang boncengan, gak pake helm dan naik motor ditengah guyuran hujan. Karena shooting film yg 90 dan 91 tidak back-to-back, terlihat ada sedikit perbedaan khususnya pada postur Dilan yang kini semakin berisi. Hehehe. Disekuelnya ini, seperti biasa, point utama film ini mengedepankan gombalan-gombalan maut dari Dilan. Baru awal film saja, penonton udah dikasih gombalan yang bikin para wanita gemas dan para laki-laki tertawa hahaha. Tapi untungnya, ditangan Iqbaal Ramadhan, gombalan yang dilontarkannya kini semakin pas tidak terlalu cringe lagi. Plotline yang berjalan di sekuelnya kali ini mampu menghadirkan konflik-konflik asmara anak SMA yang mengena dibeberapa bagian dan cukup related dengan anak-anak SMA saat ini. Sikap Dilan dan Milea yang ditampilkan pun tidak dibuat over. Permainan emosi yang dilakukan Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla harus diakui mengalami progess dari film pertamanya. Pesona mereka berdua semakin terpancar kuat. Pidi Baiq dan Fajar Bustomi memperbaiki segala kekurangan film DILAN 1990 (2018) lalu disini. Masing-masing karakter diberi alasan yang cukup kuat mengenai keputusan yang mereka ambil.


Jajaran supporting casts pun kali ini tampil semakin baik memperkokoh plotline utama film. Keluarga dari Dilan dan Milea berhasil tampil memikat dengan cara mereka masing-masing. Happy Salma dan Ira Wibowo mampu menjadi seorang ibu yang sangat mengerti akan anak-anaknya. Karakter Yugo yang diperankan Jerome Kurnia juga tampil jauh lebih oke (meskipun singkat) ketimbang karakter Beni - Brandon Salim yang dulu tampil di jilid pertama. Makin menuju akhir film, sekuelnya kali ini menurutku semakin banyak memperkenalkan karakter-karakter baru namun sayang kurang di build-up lebih jauh lagi. Padahal durasi melar mencapai dua jam ini masih bisa berpotensi untuk menceritakan sedikit bbrp karakter lain.
Yang sedikit mengganggu dalam film DILAN 1991 (2019) ini diantaranya kurangnya konsistensi seputar penggunaan waktu. Editing pada bagian menuju akhir film terasa buru-buru alhasil ketika hilang dan munculnya salah satu karakter menjadi dipertanyakan banget. Moment keroyokan kali ini sama sekali tidak diperlihatkan seperti jilid pertamanya, hanya bermodal perkataan saja. Padahal disekuelnya kali ini Dilan bisa lebih dari sekali ditangkap polisi dan kasusnya sekarang jauh lebih berat hingga menghilangkan nyawa salah satu karakter. Dan yang terakhir mungkin aku cukup kecewa dengan pemilihan cast yang memerankan pasangan Milea pada saat dibangku kuliah. Huft.
Terlepas dari sedikit kekurangan itu, film DILAN 1991 (2019) ini masih sangat layak untuk ditonton di bioskop! Moment-momet gombalan maut Dilan beserta keluarganya masih menjadi daya tarik paling oke dalam film ini. Memuaskan!


[8.5/10Bintang]

Monday, 18 February 2019

[Review] Kucumbu Tubuh Indahku: Perjalanan Hidup Dari Seorang Penari Lengger


#Description:
Title: Kucumbu Tubuh Indahku: Memories Of My Body (2019)
Casts: Rianto, Muhammad Khan, Raditya Evandra, Randy Pangalila, Whani Darmawan, Sujiwo Tedjo, Teuku Rifnu Wikana, Endah Laras, Windarti
Director: Garin Nugroho
Studio: Fourcolors Films, Go Studio


#Synopsis:
Ketika masa anak-anak, Juno (Raditya Evandra) terpaksa harus hidup sendiri ditinggal oleh sang ayah. Juno yang mempunyai jiwa seni tari dalam dirinya, masuk ke sebuah pendopo seni tari. Disana ia melihat para penari Lengger yang merupakan tarian daerah di tanah Jawa yang dimainkan oleh laki-laki dengan berdandan seperti wanita. Sang guru tari Lengger (Sujiwo Tedjo) memberikan pengetahuan tentang tarian Lengger pada Juno. Disana juga ia bertemu dengan salah satu penari Lengger wanita yang menjadi idaman sang guru dan penari laki-laki lain.


Suatu sore, Juno melihat aksi pembunuhan yang dilakukan oleh sang guru kepada murid laki-lakinya. Sang guru dibuat marah lantaran penari laki-lakinya itu mendekati penari Lengger wanita yang ia sukai. Dengan brutal, sang guru memukuli tubuh korban hingga sebagian badan dan organ intimnya hancur. Melihat hal tersebut membuat Juno sangat ketakutan dan membuat ia trauma melihat darah.
Juno pun lalu mengungsi ke rumah bibinya (Endah Laras) yang seorang penjual ayam dan pedagang warung. Sang bibi merasa bertanggung jawab untuk membesarkan Juno lantaran dirinya mendapat pesan dari ayah Juno sebelum pergi untuk merawat Juno. Sembari membantu bibinya berjualan, Juno terus berlatih tari Lengger. Tak hanya itu saja, kemampuan Juno mampu "mengecek dan mengetahui" kondisi ayam bertelur atau tidak juga menjadi buah bibir di tempat tinggal bibinya. Di sanggar tari, Juno berkenalan dengan guru perempuannya. Karena sedari kecil tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu, membuat Juno merasa nyaman dekat dengan guru perempuannya itu. Namun gara-gara kedekatan itu, sang guru diusir dari kampungnya karena dianggap telah melakukan tindakan asusila bersama Juno. Mendengar hal itu membuat sang bibi kecewa pada Juno. Ia lalu menyuruh Juno untuk pergi meninggalkan desa dan temui sang paman yang berprofesi sebagai seorang penjahit.




Tinggal bersama dengan sang paman, Juno (Muhammad Khan) kini bertumbuh menjadi seorang remaja pria berkepala plontos dan jago dalam urusan menjahit. Bahkan Juno bisa mengukur dengan tepat busana pemesan tanpa mengukur dengan alat bantu ukur. Suatu hari, Juno mendapat orderan baju pengantin dari seorang petinju (Randy Pangalila). Sang calon pengantin pria ini memiliki tubuh yang sangat porposional. Ia ingin dibuatkan baju oleh paman dan Juno sesempurna mungkin. Intens pertemuan Juno dan petinju itu perlahan semakin sering bertemu. Si petinju itu selalu meminta Juno untuk mengajarinya cara berjalan dan menghadapi proses adat pernikahan yang nantinya akan ia lakukan. Tak cuma itu saja, Juno pun sering menemui si petinju ketika sedang berada di ring tinju dan selalu memberinya dukungan penuh. Kedekatannya dengan petinju itu membuat Juno merasa ada sesuatu yang muncul dihatinya. Tak hanya itu saja, Juno juga kini mengetahui resiko yang akan dirasakan oleh si Petinju jika kalah dalam bertanding. Keselamatan dan nyawa mereka berdua menjadi taruhannya.


Usai pergi dari kehidupan si petinju dan pamannya, Juno akhirnya memutuskan untuk ikut dengan rombongan penari Lengger yang akan menggelar pementasan yang diselenggarakan oleh calon Bupati (Teuku Rifnu Wikana). Juno kini memantapkan diri untuk menjadi bagian dari seni tari Lengger seutuhnya. Calon bupati itu menggelar kegiatan pentas tarian Lengger untuk menghibur dan memikat suara rakyat. Karena suatu hal, Bupati malah terpincut oleh salah satu penari Lengger yang ternyata penari tersebut adalah Juno. Perjalanan hidup yang dilalui oleh Juno membawa dirinya akan pemahaman dan keindahan akan hidup.



#Review:
Usai sempat bersenang-senang lewat film AACH.. AKU JATUH CINTA (2016) yang dibintangi Chicco Jerikho dan Pevita Pearce, film biopik TJOKROAMINOTO (2015), SOEGIJA (2012) dan film drama MOONCAKE STORY (2017) kini salah satu sutradara senior & terbaik di Indonesia yaitu Garin Nugroho kembali menghadirkan film arthouse terbarunya berjudul KUCUMBU TUBUH INDAHKU (2019). Dengan judul film yang sangat "menggiurkan" ini tak sedikit orang yang penasaran dengan film ini. Sebelum tayang reguler di bioskop Indonesia pada Maret 2019 mendatang, film yang diproduksi oleh Fourcolors Films ini sebelumnya sudah melanglangbuana diberbagai ajang festival film tingkat internasional. Salah satunya adalah di ajang Festival Film Venezia 2018 dan menjadi Film Terbaik Pilihan Festival Film Tempo 2018.


Film ini bercerita tentang perjalanan hidup seorang penari Lengger mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Seperti pada film-film arthouse biasanya, Garin Nugroho memberikan pengalaman menonton yang tak biasa. Alur ceritanya sesekali diisi oleh karakter Juno dewasa yang melakukan narasi dengan menambahkan gesture serta tarian-tarian. Paruh awal hingga pertemuan Juno dengan petinju itu sudah sangat berhasil menurutku membangun cerita yang sesuai dengan judulnya yang "menggiurkan" itu. Tapi menuju kebelakang, Garin Nugroho seperti biasanya selalu ingin mempresentasikan sisi lainnya yaitu seputar kritik sosial serta politik yang memang sering terjadi di daerah-daerah terpencil. Kehadiran unsur politik yang muncul dibabak akhir film ini aku kurang suka sih. Jauh lebih menikmati pada saat Juno masih kecil dan awal-awal remaja.


Unsur budaya Jawa dalam film ini sangatlah kental. Tak heran jika seluruh dialog dalam film ini hampir 95% menggunakan bahasa Jawa. Performance akting paling kuat berada ditangan Muhammad Khan yang memerankan Juno remaja. Penonton bisa merasakan banget apa yang Juno remaja rasakan lewat permainan gerak gerik tubuh dan tatapan matanya yang terasa sangat natural. Randy Pangalila yang sudah lama tak terlihat di layar televisi maupun layar lebar kini muncul sebagai seorang petinju berbadan sempurna yang berhasil bikin baper Juno remaja hahaha. Aktingnya juga tidak terlalu buruk dan mampu seimbang dengan para pemain lainnya.


Overall, aftertaste KUCUMBU TUBUH INDAHKU (2019) ini aku rasakan sama persis setelah menonton film SEKALA NISKALA (2018). Not my cup. Hehehe.


[7.5/10Bintang]

[Review] 27 Steps of May: Healing Therapy Akibat Trauma Kekerasan Seksual


#Description:
Title: 27 Steps of May (2019)
Casts: Raihaanun Soeriaatmadja, Ario Bayu, Lukman Sardi, Verdi Solaiman, Hengky Solaiman, Otig Pakis
Director: Ravi Bharwani
Studio: Green Glow Pictures, Go Studio

#Synopsis:
Masih dengan mengenakan seragam SMP-nya, May (Raihaanun) bermain ke sebuah pasar malam sendirian. Ia tampak begitu sangat bahagia dan senang. Ia menaiki permainan ombak-banyu dan juga berhasil mendapatkan boneka beruang. Tapi kebahagiaan itu hilang dan berubah menjadi ketakutan hingga trauma yang sangat mendalam bagi May. Ketika ia akan pulang, sekelompok preman mencegat lalu memperkosanya secara bergiliran. Kejadian itu membuat May menarik dirinya sepenuhnya dari kehidupan. Hingga delapan tahun berlalu, May kini tumbuh menjadi perempuan yang menjalani hidupnya tanpa koneksi, interaksi, emosi, kata-kata dan hanya menyisakan trauma membekas dalam dirinya.


Kejadian yang menimpa May itu tidak hanya berdampak pada kehidupan May tetapi juga kepada ayahnya (Lukman Sardi). Sang ayah selama delapan tahun ini selalu menyalahkan dirinya sendiri karena tidak dapat menjaga anak perempuannya itu. Didalam rumah, ayah selalu rela melakukan apa saja demi anaknya May. Tapi tidak pada saat ayah sedang berada diluar rumah. Ia menyalurkan rasa emosi yang terbendung diatas ring tinju dan bertarung sekuat tenaga, agar ia bisa meluapkan kekesalannya sekaligus mendapatkan uang tambahan dari atasannya (Hengky Solaiman).
Rutinitas sehari-hari yang dilakukan oleh May didalam rumahnya selama delapan tahun ini hanya itu-itu saja. Bangun pagi, melakukan olahraga skipping, setrika pakaian, memakai baju yang selalu sama, makan dengan menu yang serba berwarna putih tanpa dimasak dan membantu menjahit produksi baju untuk boneka kiriman dari seorang kurir boneka anak-anak (Verdi Solaiman). Selama delapan tahun itu pula, bapak selalu bercerita pada kurir itu tentang kehidupan dirinya dengan sang anak.
Suatu hari, rumah yang tak jauh dari rumah bapak mengalami kebakaran. Ayah yang dilanda panik, berusaha mengajak May untuk menyelamatkan diri. Tapi, May menolaknya. May lebih memilih fokus untuk menjahit baju boneka dan jauh lebih merasa aman jika ada didalam kamarnya. Karena khawatir api semakin membesar, ayah memaksa May keluar kamar. Paksaan yang dilakukan ayah membuat May panik dan histeris. Trauma masa lalu yang menimpa dirinya kembali muncul dibenaknya. Tanpa mengeluarkan satu kata pun May hanya bisa menjerit dan menahan dirinya untuk tidak keluar kamar. May bersembunyi ke kamar mandi dan menyayat tangannya sendiri dengan silet, karena dengan melakukan hal itu membuat dirinya jauh lebih tenang.



Suatu hari, tembok dinding di kamar May tiba-tiba berlubang. Lubang tersebut mengeluarkan cahaya. Melihat hal itu membuat May ketakutan. Ia lalu menutupnya agar bisa beristirahat dengan tenang. Keesokan harinya, May kembali melakukan rutinitas seperti biasanya. Tapi May dibuat heran, lubang yang sudah ia tutup kembali terbuka dan perlahan mulai membesar. Lalu ia mencoba mencari tahu apa yang ada didalam lubang tersebut. Ketika mengintipnya, May melihat seorang pesulap (Ario Bayu). Melihat hal itu membuat dirinya langsung panik. Selama delapan tahun ini, May belum pernah melihat wajah orang lain lagi, selain ayahnya.


Perlahan tapi pasti, sang pesulap itu mulai menjalin komunikasi dengan May. Gara-gara hal itulah, May kini sering melakukan kegiatan baru setelah delapan tahun hanya melakukan kegiatan itu-itu saja. Ayah curiga dengan adanya kegiatan baru yang dilakukan anaknya itu, namun kekhawatiran yang dirasakannya itu langsung dipatahkan oleh si kurir boneka. Ia justru menyebut bahwa hal itu sangat bagus dan progress karena kini May sudah mulai bisa membuka diri dan melakukan kegiatan baru.
Makin hari, interaksi antara May dan pesulap itu semakin sering. Sang pesulap selalu menunjukkan aksi sulapnya pada May. Secara mengejutkan, May mulai menujukkan progress lagi. Kini ia sudah bisa tersenyum bahagia hingga tepuk tangan tiap melihat sang pesulap berhasil melakukan aksinya. Perkembangan kondisi May ini ternyata tidak diketahui oleh sang ayah semenjak ia masuk penjara lantaran insiden perkelahian di ring tinju. Ketika ayah bebas, ia sangat bahagia kini anak perempuannya itu sudah mengalami kemajuan pesat.


Perkembangan yang dialami oleh May ini membuat si pesulap ingin mencoba berinteraksi lebih dekat dan melakukan komunikasi. Tapi, hal itu malah membuat May menjadi panik, ketakutan dan kembali teringat traumanya. Sikap May pun kembali lagi seperti dulu lagi. Melihat apa yang telah dilakukan oleh si pesulap, membuat sang ayah marah besar. Kini, ayah semakin putus asa melihat putrinya itu kembali seperti dulu lagi.


#Review:
Kasus kekerasan dan pelecehan seksual menjadi salah satu kasus yang paling mengerikan saat ini. Korbannya tidak mengenal usia, gender, status dan jabatan. Dampaknya yang dirasakan oleh korban kekerasan dan pelecehan seksual ini sudah pasti akan menjadi pengalaman paling pahit dan menghadirkan trauma seumur hidup.
Itulah yang menjadi suguhan utama dalam film 27 STEPS OF MAY (2019) karya sutradara Ravi Bharwani dan penulis skenario Rayya Makarim ini. Film ini sangat jelas memperlihatkan trauma yang berhasil mengguncang jiwa seorang remaja perempuan hingga menyebabkan menutup dirinya dari dunia luar dan interaksi sosial. Sisi psikologis yang dialami oleh May ini sangat berhasil divisualkan oleh performa terbaik dari Raihaanun. Penonton diajak untuk mengikuti kehidupan May yang monoton dan tanpa dialog. Gesture tubuh, ekspresi muka serta aura yang dipancarkan Raihaanun dalam membangun karakter May sangatlah berhasil membuat siapapun yang melihatnya langsung simpati dan empati kepadanya. Trauma yang dialaminya itu aku yakin sih siapapun yang menonton film ini pasti akan bisa merasakan kemarahan, kesedihan dan keputusasaan yang dialami oleh May dan ayahnya. Paruh pertengahan dan menuju akhir film gila sih. Aku dibuat speechless hingga nangis oleh May. Penampilan Aktris Utama terbaik dan mengesankan sepanjang sejarah perfilman Indonesia. Huhuhu..


Lukman Sardi pun berhasil mengimbangi performance apik dari Raihaanun. Sebagai seorang ayah, ia menampilkannya dengan amat baik. Kita bisa merasakan rasa bersalah, kekesalan dan kesedihan selama bertahun-tahun karena tidak bisa melindungi anak semata wayangnya itu. Sesi curhatnya dengan Koh Andi yang diperankan Verdi Solaiman berhasil mencairkan suasana dengan timing komedi yang efektif sesuai porsi. Klimaks chemistry keduanya ini berhasil penuh emosional di paruh akhir film. Gilaa! Speechless dan nangis lagi kan. Huhuu..


Karakter pesulap yang dimainkan oleh Ario Bayu sukses tampil pas sebagai seorang "Healing Therapy" bagi May. Apa yang dia lakukan terhadap May ini membuatku merasa terharu dan bahagia karena bisa melihat progress May yang perlahan mulai membuka diri. Yang sedikit mengganjal bagiku adalah background si pesulap ini masih kurang jelas. Apakah ia imajinatif atau emang betulan tetangga sebelah dari May. Pasalnya ketika paruh akhir film, karakter si pesulap malah menghilang.
Overall, trauma korban kekerasan dan pelecehan seksual beserta dengan keluarganya ini bukanlah hal kecil, May dan sang ayah merupakan salah satu contoh keluarga yang menanggung trauma selama delapan tahun lamanya. Bukan waktu yang sebentar bukan? Bahkan menurut sebuah riset penelitian dari dunia psikologis menyebut, bahwa trauma akibat kekerasan dan pelecehan seksual itu akan dirasakan seumur hidup oleh korbannya. This is very important movie. Please for everyone, watch this movie. Katakan tidak pada pelecehan dan kekerasan seksual terhadap siapapun!!
One of the Best Local Movie all the time!


Thanks for Plaza Indonesia Film Indonesia 2019 yang sudah menayangkan film ini pada 14-17 Februari 2019 lalu. I'm so glad to be part of audience in #PIFF2019 at Cinema XXI Plaza Indonesia Jakarta. See you next year! Much love.


[9.5/10Bintang]

[Review] Ave Maryam: Menjadi Saksi Kisah Cinta Seorang Suster Gereja


#Description:
Title: Ave Maryam "Uncensored Version" (2019)
Casts: Maudy Koesnaedi, Chicco Jerikho, Tutie Kirana, Olga Lydia, Joko Anwar, Nathania Angela
Director: Ertanto Robby Soediskam
Studio: Summerland Films, Pratama Pradana Pictures


#Synopsis:
Suster Maryam (Maudy Koesnaedi) seorang biarawati disebuah gereja yang mengurusi orang-orang lansia dan juga para suster-suster sepuh. Rutinitasnya dimulai dari pagi hari, seperti doa bersama dengan para suster lain, mempersiapkan sarapan untuk para penghuni gereja, memandikan orang-orang lansia, mencuci dan menjemur pakaian serta linen, memberikan obat pada orang-orang lansia yang sedang sakit dan membeli susu segar dari seorang bocah perempuan muslim bernama Dinda (Nathania Angela) yang setiap hari selalu membawakan susu segar ke gereja. Bagi Suster Maryam, Suster Mila (Olga Lydia) serta biarawati lainnya, menjalankan rutinitas seperti itu dan mengabdi sepenuh hati ke gereja sudah cukup dimata tuhan. 



Suatu malam, Romo Martin (Joko Anwar) membawa seorang biarawati lansia sebagai penghuni baru. Ia adalah Suster Monic (Tutie Kirana). Romo Martin menjanjikan pada para suster akan mendatangkan juga Romo Yosef (Chicco Jerikho) di gereja mereka untuk mengajarkan paduan orkestra pada para paduan suara di gereja.
Kehadiran Romo Yosef di gereja serta keahliannya dalam bermusik membuat Suster Maryam jatuh hati. Setiap hari ketika paduan suara di gereja sedang berlatih dengan Romo Yosef, ia selalu memperhatikan dan menikmati setiap latihan itu. Melihat ada yang selalu memperhatikannya, membuat Romo Yosef pun perlahan mulai memperhatikan balik Suster Maryam. Hingga pada suatu hari, Romo Yosef memberi tawaran ajakan untuk keluar gereja untuk makan malam pada Suster Maryam. Merasa bingung harus menjawab apa dan kaget, Suster Maryam memutuskan untuk menolak tawaran itu.


Romo Yosef bukan tipe orang yang mudah menyerah. Ia terus mencoba mengajak Suster Maryam untuk jalan-jalan. Suster Maryam pun akhirnya menerima tawaran Romo Yosef. Intense pertemuan mereka setiap malamnya usai semua pekerjaan selesai semakin sering. Hal inilah yang membuat Suster Maryam pulang larut malam dan selalu terbangun kesiangan. Melihat Suster Maryam yang sering tak berada dikamarnya ketika malam hari dan kesiangan membuat Suster Mila dan Suster Monic mencoba mencari tahu penyebabnya.


Sementara itu, intens kedekatan antara dirinya dengan Romo Yosef membuat Suster Maryam dihadapi oleh dua pilihan berat dalam dirinya. Tetap berpegang teguh pada keyakinannya atau lebih mengikuti perasaan cinta dan hatinya yang setelah sekian lama tidak pernah ia rasakan sebelum bertemu dan dekat Romo Yosef.


#Review:
Pada ajang Jogja Netpac Asian Film Festival 2018 lalu, banyak Film Indonesia yang sangat sukses mencuri perhatian para pecinta film yang menghadiri event tingkat Internasional itu. Salah satu diantaranya yaitu film AVE MARYAM (2019) yang disutradarai oleh Ertanto Robby Soediskam. Bagi para pecinta film Indonesia yang tidak sempat bisa datang ke event JAFF 2018 sepertiku itu berhasil membuat iri dan dengki kepada mereka-mereka yang sudah menonton film-film Indonesia yang ditayangkan disana.


Mendengar kabar Plaza Indonesia Film Festival yang diselenggarakan mulai 14-17 Februari 2019 di Cinema XXI Plaza Indonesia, Jakarta membuat aku sangat antusias banget. Line-up film-film yang akan ditayangkan adalah film-film wagelaseeh yang aku nanti-nantikan. Film-film itu antara lain:

1. Ave Maryam (Indonesia)
2. 27 Steps of May (Indonesia)
3. Kucumbu Tubuh Indahku: Memories of My Body (Indonesia)
4. Shoplifters (Jepang)
5. Cold War (Polandia)
6. Capharnaum (Lebanon)
7. The Tailor (Vietnam)
8. Short Movie Compilations: Kado, Ballad of Blood & Two White Buckets, Elegi Melodi, Loz Jogjakartoz dan Elinah.



Line-up film-filmnya sangat menggiurkan sekali. No.1 hingga No.4 adalah film yang paling aku incar. Dan alhamdulillah sekali, ketika pendaftaran PIFF 2019 ini dibuka pada 1 Februari 2019 yang lalu melalui website resmi Plaza Indonesia, aku berhasil mendapatkan empat film yang aku incar banget ini. Dan kemarin, tepat pada Valentine Day, aku datang (lagi, secara berturut-turut) ke Cinema XXI Plaza Indonesia Jakarta untuk menghadiri Press Conference Plaza Indonesia Film Festival 2019 dan Movie Screening film AVE MARYAM (2019). PIFF 2019 kali ini mengangkat tema "Love, Live & Life" yang mengangkat berbagai sudut pandang kehidupan dari isu-isu sosial, kehidupan bertoleransi, pengorbanan dan melihat sisi gelap-terangnya perjalanan cinta.
Selain Movie Screening, pada minggu lalu tepatnya pada 9-10 Februari 2019, PIFF 2019 juga menghadirkan Movie Clinic di GoWork Plaza Indonesia yang memiliki tiga kelas, yaitu:

1. Creative Content yang dihadiri oleh Allan Wangsa, Andre Sugianto dan Aditya Prabaswara
2. Music in Film Session bersama Mondo Gascaro
3. Acting Class Session bersama Ayu Laksmi

Tujuan diadakannya Movie Clinic ini untuk memberikan edukasi kepada generasi muda yang memiliki ketertarikan terhadap industri film melalui panel diskusi dengan para ahlinya.

Kembali ke movie review film AVE MARYAM (2019). Film yang disutradarai oleh Ertanto Robby Soediskam ini sebetulnya sangatlah simple. Tentang dua orang manusia yang sedang jatuh cinta. Namun sang sutradara mengarahkan ide cerita yang simple ini ke arah yang jauh lebih personal dan mendalam tentang artinya cinta, kejujuran dan pengabdian.


Paruh awal film bergerak cukup lambat melihat rutinitas sehari-hari yang dilakukan oleh seorang biarawati. Dari sini kita diajak untuk berkenalan dengan Suster Maryam yang mengabdikan seluruh hidupn dan umurnya untuk membantu orang-orang lansia di gereja. Melihat keseharian yang dilakukan oleh para biarawati dalam film ini membuatku cukup bosan. Tapi setelah dipikir-pikir lagi semalaman, bagian ini menurutku terasa sedikit "menampar" orang-orang yang memang terjebak pada satu rutinitas pada hal apapun bukan hanya sebagai seorang biarawati saja. Aktifitas serupa yang terus dilakukan oleh seorang manusia suatu saat akan menemukan titik jenuh saat menemukan sebuah aktifitas atau rasa baru dalam dirinya. Tapi ketika dihadapkan pada dua pilihan itu, manusia harus menentukan satu pilihan. Meskipun tak selalu berakhir dengan manis.
Penggambaran serta pergolakan batin Suster Maryam disini sungguhlah luar biasa. Kita bisa merasakan perasaan Suster Mayam lewat gesture serta permainan emosi apik yang dilakukan dengan sempurna oleh Maudy Koesnaedi. This is the very very very best movie from her ever. Ada dua adegan Suster Maryam dalam film ini sangatlah menguras emosi dan tak terasa berhasil mengeluarkan air mata. Chicco Jerikho yang memerankan Romo Yosef mampu hadir sebagai seorang pria yang mampu meluluhkan kekuatan iman dari Suster Maryam. Romo Yosef betul-betul to the point dan tidak banyak melakukan basa-basi gombal. Dirinya juga sangat berhasil menempatkan dirinya pada saat hanya berduaan dengan Suster Maryam atau sedang berada di gereja. Ending film AVE MARYAM (2019) juga menghadirkan ide yang sangat menguras emosi. Keputusan yang diambil oleh Suster Maryam dan Romo Yosef ini sukses membuatku speechless. Tak cuma itu saja, adegan di pantai itu juga kembali membuatku speechless nganga. Hohoho.
Terlepas dari luar biasanya skenario serta karakterisasi pemeran yang apik, film ini juga menurutku mempunyai beberapa kekurangan kecil seperti penggambaran background Suster Maryam ini sebetulnya seorang muslim atau kristen terasa kurang jelas. Disatu sisi, penampilan Suster Maryam saat keluar gereja selalu mengenakan penutup kepala dan ketika mengucap syukur pada satu adegan mengucapkan "alhamdulillah", tapi disatu sisi lainnya, Suster Maryam menampilkan ia selalu berdoa khusyuk seperti orang kristen dengan melantunkan ayat-ayat kitab kristen.
Overall, Film AVE MARYAM (2019) memiliki kekuatan cerita dan karakter dalam filmnya yang berhasil mengusik hati penontonnya secara personal dan mengesankan. Tayang reguler di bioskop Indonesia pada 11 April 2019 mendatang!


[8.5/10Bintang]

Friday, 15 February 2019

[Review] Foxtrot Six: Kisah Enam Prajurit Melawan Partai Pengancam Pemerintahan


#Description:
Title: Foxtrot Six (2019)
Casts: Oka Antara, Arifin Putra, Chicco Jerikho, Julie Estelle, Rio Dewanto, Verdi Solaiman, Mike Lewis, Edward Akbar, Cok Simbara, Miller Khan, Ronny P Tjandra, Dayu Wijanto, Aurelie Moeremans
Director: Randy Korompis
Studio: Rapid Eye Pictures, MD Pictures


#Synopsis:
Di tahun 2031, Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa menjadi negara yang paling direbutkan oleh banyak pihak. Orang-orang berlomba untuk menguasai Indonesia karena mempunyai limpahan sumber daya bahan pokok, lahan paling subur dan energi yang luar biasa. Tidak terkecuali dengan pemerintahan yang ada di Indonesia. Para partai pun berusaha menjadi pimpinan bangsa Indonesia. Angga Saputra (Oka Antara) adalah salah satu orang penting dan perwira marinir dalam pemerintahan Indonesia saat ini. Ia diutus atasannya untuk mendatangi kongres anggota partai Piranas dan bertemu Wisnu (Edward Akbar) untuk merencanakan semacam kolaborasi untuk mengontrol dan mengendalikan rakyat. Maksud dan tujuan awal Angga bersama pemerintah Indonesia menjalin kerjasama dengan partai Piranas itu demi kebaikan rakyat. Namun, ternyata Wisnu mempunyai rencana terselubung lain yaitu meruntuhkan pemerintah dan mengkambing hitamkan rakyat Indonesia.



Wisnu mempunyai anak buah dari partainya yang terkenal kejam dan juga memiliki persenjataan canggih, modern yang dikirim langsung dari Amerika Serikat. Perlahan tapi pasti, rencana Wisnu berhasil. Terjadi aksi demonstrasi, pertempuran dimana-mana antara petugas dengan rakyat. Partai Piranas berhasil memikat rakyat untuk setuju menggulingkan pemerintahan Indonesia. Angga yang merasa dikhianati, ia kemudian membentuk sebuah team yang diisi oleh teman-temannya sesama perwira marinir. Mereka adalah: Tino (Arifin Putra) mantan perwira marinir yang menjaga Piranas Tower, Bara (Rio Dewanto) seorang ahli bela diri yang rela melakakuan apa saja demi mendapatkan apa yang ia inginkan, Oggi (Verdi Solaiman) mantan perwira marinir yang kini hidup tenang bersama dengan ibunya (Dayu Wijanto), Spec (Chicco Jerikho) sahabat terdekat Angga yang pendiam namun sangat setia dan yang terakhir Ethan (Mike Lewis) mantan perwira marinir yang saat ini berprofesi sebagai seleb-vlogger. Mereka berencana untuk mendatangi Piranas Tower dan melumpuhkan seluruh atas-atasan Partai Piranas dan bersaksi bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas apa yang selama ini terjadi di Indonesia.



Dalam perjalanan menuju Piranas Tower, Angga dan kelima rekannya bersembunyi dan berlindung disebuah Mall yang tidak beroperasi yang dipimpin oleh Indra (Miller Khan) dan juga Sari Nirmala (Julie Estelle), seorang jurnalis yang dinyatakan hilang usai memposting berita kebenaran seputar Partai Piranas. Sari sendiri merupakan kekasih dari Angga yang telah lama menghilang. Melihat kekasihnya itu ternyata masih hidup dan kini anak dari mereka sudah besar membuat Angga merasa bersalah karena ia malah pergi meninggalkannya.




Akankah Angga dan kelima anggotanya berhasil melumpuhkan Partai Piranas?


#Review:
Project film action hasil kerjasama antara MD Pictures yang dimiliki Manoj Punjabi dengan rumah produksi Rapid Eye dan produsernya Mario Kassar ini cukup menyita rasa penasaran penonton film Indonesia. Hal itu tampak terlihat usai film FOXTROT SIX (2019) ini merilis trailer resminya.
Tak sedikit orang yang menganggap film ini terasa mengikuti salah satu film action yang paling fenomenal yaitu THE RAID (2011) dan sekuelnya yaitu THE RAID 2: BERANDAL (2014).
Awalnya aku pribadi cukup skeptis terhadap film ini lantaran terasa seperti ikut-ikutan trend merilis film action dengan melibatkan pihak luar, dibintangi aktris aktor papan atas dan menghadirkan sekuens laga yang memukau. Ditambah lagi 3 film action Indonesia yang dirilis beberapa waktu yang lalu yaitu: BUFFALO BOYS (2018), WIRO SABLENG (2018) dan THE NIGHT COME FOR US (2018) tampil kurang memuaskan untukku.

 

Aku berkesempatan hadir pada Press Conference & Gala Premiere film FOXTROT SIX (2019) yang diselenggarakan pada Rabu, 13 Februari 2019 lalu di Cinema XXI Plaza Indonesia Jakarta. Usai mengikuti Press Screening, sesi Press Conference pun digelar yang dihadiri oleh seluruh team dari film ini. Manoj Punjabi dan Mario Kassar mengklaim film FOXTROT SIX (2019) ini menjadi film Indonesia termahal yang pernah dibuat sepanjang masa. Mereka mengklaim total biaya pembuatan film ini menyentuh angka 70.000.000.000 rupiah. Keduanya ingin menghadirkan sebuah film Action dari Indonesia yang digarap dengan sangat serius dan juga fantastis.
Setelah selesai menonton film ini, rasa skeptis dan keraguanku akan film ini langsung terpatahkan! Debut perdana Randy Korompis (CMIIW) menggarap sebuah film Indonesia dan langsung bergenre action ini sangat wajib untuk diapresiasi. Penonton disuguhi cerita tentang perjuangan prajurit perwira melawan para pemberontak pemerintahan yang dikemas lewat cerita yang kompleks, besar dan sedikit mengingatkanku pada film THE HUNGER GAMES yang dibintangi Jennifer Lawrence. Dalam film FOXTROT SIX (2019) ini diceritakan Indonesia menjadi negara dystopia. Tata artistik, set lokasi hingga visual efek CGI-nya sungguh luar biasa. Jika di trailer, visual efeknya kurang meyakinkan, tapi di filmnya sama sekali tidak buruk justru memukau dan sudah satu level dengan film-film blockbuster action Hollywood. Penggunaan set lokasi sebuah mall bekas yang disulap menjadi super kumuh juga gilasih, detail dan real banget. Penggunaan musik scoring selalu megah dan spektakuler dibeberapa bagian juga semakin meningkatkan kemewahan film ini.


Yang paling bagus dan menonjol dari film FOXTROT SIX (2019) berikutnya adalah moment action dan fightnya dihadirkan sangat memukau. Kadar laganya epik, brutalnya juga mengesankan dengan porsi yang pas tidak berlebihan sama sekali. Hal ini semakin terbantu berkat keenam karakter utama yang bermain menampilkan performa akting keren tak cuma modal berantem saja. Porsi drama dan romantis yang muncul dalam film ini juga terasa sangat smooth dan menyentuh. Oka Antara, Arifin Putra, Rio Dewanto, Chicco Jerikho, Verdi Solaiman dan Mike Lewis mempunyai masing-masing karakter yang kuat dari awal sampai akhir film. Julie Estelle pun tampil tak cuma pemanis semata. Karakter Sari Nirmala berhasil dihidupkan dengan baik. Deretan pemain pendukung pun surprisingly muncul dengan porsi yang sesuai dengan cerita. Film ini juga tidak terlepas dari kekurangan. Ada beberapa hal ganjil seperti saat penyelamatan di lift dan adegan Wisnu ketika tiba-tiba muncul disamping Ethan terasa cukup dipertanyakan sisi rasionalnya. Jubah Tembus Pandang serta Kodiak, robot yang sekilas mirip dengan War Machine nya Marvel gilasih ngeselin abis ngeliatnya. Keren tapi disatu sisi curang banget mereka! Huhu.
Soundtrack yang dibawakan Aurelie Moeremans berjudul Gema ketika credit title muncul gila sih.. Bagus banget buat cooling-down setelah nyaris dua jam dibombardir drama action yang intens. Love it!


Overall. FOXTROT SIX (2019) is the one and only BEST LOCAL ACTION MOVIE so far since THE RAID 2: BERANDAL (2014)! Blockbuster local movie! 21 February 2019 at nationwide cinemas! Oia jangan lupa ada dua credit scene yang berada di middle credit dan end credit ya!


[8/10Bintang]

Wednesday, 13 February 2019

[Review] Happy Death Day 2U: Deja Vu Kematian Terjadi Lagi


#Description:
Title: Happy Death Day 2U (2019)
Casts: Jessica Rothe, Ruby Modine, Israel Broussard, Phi Vu, Rachel Matthews, Suraj Sharma, Charles Aitken, Laura Clifton, Rob Mello, Sarah Bennani, Sarah Yarkin
Director: Christopher Landon
Studio: Universal Pictures, BlumHouse Production


#Synopsis:
Tree (Jessica Rothe) akhirnya bisa kembali hidup normal setelah berhasil membunuh Lorrie (Ruby Modine) pembunuh dirinya pada saat hari ulang tahunnya di acara pesta Universitas Bayfield. Kini Tree bisa terbangun di kamar Carter (Israel Broussard) dengan perasaan lega tanpa harus menjerit atau stress lagi.
Ryan (Phi Vu), sahabat dari Carter tak sengaja memergoki sahabatnya itu tengah bermesraan di kamarnya. Melihat kejadian itu ia terkaget dan pergi menjauhi mereka. Ryan kemudian mendapatkan telepon dari Samar (Suraj Sharma) salah satu rekannya yang sedang membuat sebuah mesin dimensi waktu bernama "Sisi" di ruang praktek kampus. Samar dan Morgan (Sarah Yarkin) kali ini menemukan sebuah algoritma dan rumus terbaru untuk mengoperasikan "Sisi" buatan mereka. Mendengar hal itu, Ryan semakin bersemangat dan optimis kali ini "Sisi" bisa beroperasi. Ketika mesin itu dinyalakan, daya listrik yang digunakan ternyata sangat besar. Hal itu membuat listrik di kampus Bayfield menjadi padam. Dosen yang sudah jengkel dengan eksperimen yang dilakukan oleh Ryan terpaksa mencabut daya listrik mesin itu dan menyita Sisi dari tangan Ryan, Samar dan Morgan.




Kegagalan "Sisi" ketika sedang beroperasi ternyata menimbulkan benturan antar dimensi yang ada di alam semesta. Hal ini membuat Ryan mengalami De Javu sama seperti Tree. Ryan kembali terbangun dari mobil kemudian melakukan rutinitas yang sama. Melihat sahabat kekasihnya itu mengalami hal yang serupa membuat Tree tidak tinggal diam. Ia kemudian membantu Ryan untuk menemukan penyebab dirinya terbunuh. Tree, Ryan dan juga Carter langsung bergegas menuju ruang praktek kampus. Disana Ryan dibunuh oleh sosok misterius yang mengenakan topeng bayi maskot Bayfield sama seperti apa yang pernah dialami oleh Tree. Rencana Tree untuk menghentikan sosok misterius bertopeng itu berhasil. Tapi alangkah terkejutnya ketika membuka topeng itu, ternyata adalah Ryan sendiri. Ryan yang mereka lumpuhkan adalah Ryan dari dimensi lain yang mencoba menghentikan mesin "Sisi" karena telah mengacaukan dimensi waktu yang ada di alam semesta.



Tree dan Carter yang sama sekali tidak paham dengan apa yang sebenernya terjadi malah heran melihat Ryan menjadi dua. Tanpa pikir panjang Ryan pertama menghidupkan kembali mesin "Sisi" agar Ryan kedua bisa kembali ke dimensinya. Tapi, kejadian tersebut menimbulkan ledakan. Hal itu membuat Tree kembali terbangun dari tidurnya tepat pada hari ulangtahunnya sama persis seperti apa yang sudah ia alami sebelumnya. Tree mengalami lagi Deja Vu. Dengan penuh kekesalan dan amarah Tree pergi menemui Ryan dan memaksanya untuk mengembalikan dirinya ke dimensi semula. Tapi, untuk mengembalikan Tree ke dimensi semula ternyata tak semudah dibayangkan. Ryan, Samar, Morgan bahkan Carter yang berada di dimensi saat ini belum mengenal sama sekali Tree. Mereka harus memecahkan algoritma dan formula agar mesin "Sisi" bisa berfungsi dengan benar dan tidak menimbulkan tabrakan dimensi waktu lagi. Tree yang sudah mengalami belasan kali Deja Vu, ia lalu bergegas pergi ke asramanya dan berencana untuk membunuh Lorrie. Ia yakin rencana itu akan berhasil untuk terbebas dari Deja Vu. Tapi ternyata dimensi yang sedang ditempati Tree berbeda dengan dimensi pada saat ia dibunuh oleh Lorrie. Disini Lorrie ternyata tidak mempunyai rencana untuk membunuh Tree. Begitu juga dengan Carter yang tidak menganggap Tree adalah pacarnya. Bahkan musuh bebuyutannya yaitu Danielle (Rachel Matthews) pun disini menjadi baik dan tidak sombong. 



Tree menjadi semakin bingung. Dimensi yang ia tempati saat ini ternyata kebalikannya dari dimensi yang ia tempati sebelumnya. Tree justru menjadi semakin bahagia saat menemukan fakta bahwa di dimensi ini sang Ibu masih hidup. Tree yang sangat merindukan ibunya itu begitu bahagia bisa merayakan ulang tahunnya kali ini barsama dengan ayah dan ibunya.


Tree kemudian memutuskan menetap di dimensi ini karena semua orang yang ada disekitarnya menjadi baik pada dirinya. Tapi keputusan itu membuat kondisi fisik Tree semakin melemah lantaran berada di dimensi yang tidak seharusnya. Hal ini diperparah dengan sosok misterius bertopeng bayi itu juga masih berkeliaran di dimensi ini dan memiliki tujuan yang sama yaitu membunuh. Tree semakin bingung untuk memilih antara tinggal di dimensi ini atau kembali ke dimensi awal.
Disaat yang bersamaan pula, Ryan, Samar dan Morgan terus berusaha menemukan algoritma dan formula tepat untuk mengembalikan dimensi seperti semula. Mereka harus membaca sebuah pola dari berbagai dimensi agar mendapatkan rumus yang benar. Mendengar hal itu, Tree memutuskan untuk mengalami Deja Vu lagi dengan cara dibunuh oleh sosok bertopeng bayi itu atau bunuh diri. Karena dengan cara tersebut, Tree bisa mempelajari pola dimensi yang berjalan sehingga algoritma dan formula untuk mesin "Sisi" bisa berfungsi. Akankah Tree berhasil menemukan polanya? Lalu kali ini siapakah sosok misterius bertopeng bayi itu?



#Review:
BlumHouse Production sudah terkenal dengan film-film horror atau thriller berbudget rendah namun beberapa filmnya selalu berhasil mencuri perhatian penonton. Sebut aja film PARANORMAL ACTIVITY, INSIDIOUS, SINISTER, UNFRIENDED, THE PURGE, HUSH, THE VISIT, SPLIT, GLASS dan yang bahkan berhasil tembus nominasi Oscar seperti WHIPLASH (2014) dan GET OUT (2017). Deretan film itu tak cuma berbudget rendah namun memiliki ide cerita serta konsep yang brilliant. Lalu bukan BlumHouse juga jika filmnya sukses dan berlanjut menjadi sebuah franchise. Sebut saja film PARANORMAL ACTIVITY, THE PURGE dan INSIDIOUS yang berhasil dibuat masing-masing hingga 3-4 judul.
Nasib sama kemudian mengarah pada film SINISTER (2012), UNFRIENDED (2014) dan sekarang HAPPY DEATH DAY (2017). ketiga film ini mempunyai ide cerita yang cukup gila dan sangat promising. Seperti saat ini, film HAPPY DEATH DAY (2017) berhasil menyuguhkan cerita time-loop yang asyik dengan sentuhan thriller yang sangat menyenangkan. Respon positif pun banyak diterima film ini & tak membutuhkan waktu lama, sekuelnya pun dirilis pada Valentine 2019 ini.


Sejujurnya aku tidak berharap akan hadirnya sekuel film ini. Film pertamanya ini sudah sangat menghadirkan cerita epik, berakhir bagus banget dan tidak perlu untuk dilanjutkan. Aku sangat khawatir jika dibuat kelanjutannya hanya sebatas project Universal dan BlumHouse meraup untung semata. Tapi kekhawatiranku selama ini terpatahkan! Aku berkesempatan bisa hadir pada Special Screening & Premiere sekuel film HAPPY DEATH DAY 2U (2019) yang dihadiri khusus oleh para undangan dari para movie-blogger dan media-media online yang berkaitan dengan film di Cinema XXI Plaza Indonesia Jakarta sehari sebelum filmnya tayang reguler di bioskop.


Secara mengejutkan dan diluar ekspektasi, kelanjutan cerita Tree Gelbman yang mengalami Deja Vu ini tampil dua kali lipat lebih gila dan mencengangkan dari jilid pertamanya. Plotline sekuelnya ini betul-betul melanjutkan banget dari ending jilid pertamanya. Idenya semakin menggila dengan menambahkan unsur science-fiction, namun tak melupakan juga ide sederhananya yang sudah iconic itu yaitu thriller-timeloop. Haha. Bagian Deja Vu masih menjadi part paling mengasyikan dalam film ini. Ditambah lagi dengan bukan aksi bunuh-bunuhan yang menegangkan, tapi kali ini aksi bunuh diri pun muncul dan membuat film ini semakin fresh. Aku juga jadi kepikiran, kenapa waktu itu Tree gak bunuh diri juga ya daripada harus belasan kali dibunuh oleh si sosok misterius bertopeng bayi hahahaha. Multiple twist lewat perbedaan dimensi juga asyik banget sumpah. Terasa seperti film-film AVENGERS dan SPIDER-MAN INTO THE SPIDERVERSE yang melakukan time travel antar universe namun dalam versi manusia biasa. Gokil. Patut diacungi jempol nih untuk sutradara dan penulis skenarionya.
Jajaran pemain pun tampil memuaskan! Jessica Rothe yang sekilas agak mirip Britney Spears ini tampil lagi-lagi outstanding sebagai Tree Gelbman. Sifat, karakter, dialog, gesture dan teriakannya begitu konsisten dari awal hingga akhir film. Keren! Jajaran pemain pendukung lainnya pun tampil tidak mengecewakan dan mampu mengimbangi karakter Tree.
Gak ngerti lagi emang nonton film HAPPY DEATH DAY (2017) dan sekuelnya ini meskipun menegangkan tapi nagih banget! Film Hollywood ditahun ini yang paling aku suka setelah GREEN BOOK (2019)! Memuaskan!

*Oia, jangan keluar dulu bioskop ya setelah film selesai karena ada middle credit scene dan itu keren banget! Gokil!


[8.9/10Bintang]