Thursday, 16 October 2014

[Review] 3 Nafas Likas: Perjuangan Perempuan Karo Demi Keluarga



#Description:
Title: 3 Nafas Likas (2014)
Casts: Atiqah Hasiholan, Vino. G Bastian, Jajang C. Noer, Tissa Biani Azzahra, Tuti Kirana, Arswendi Nasution, Ernest Samudra, Marissa Anita, Mario Irwinsyah
Director: Rako Prijanto
Studio: Oreima Pictures


#Trailer:



#Synopsis:
Hilda (Marissa Anita) seorang reporter tertarik untuk membuat sebuah biografi tentang kehidupan sosok perempuan heroik bernama Likas Tarigan (Tuti Kirana). Ia pun lantas pergi mendatangi beliau ketempat kelahirannya di Tanah Karo Sumatera Utara. Likas pun berbagi kisah hidupnya dari semasa kecil hingga dewasa kepada Hilda.
Likas Tarigan merupakan seorang tokoh perempuan Indonesia sekaligus istri dari Alm. Djamin Gintings, salah satu tokoh yang berpengaruh dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Likas kecil (Tissa Biani Azzahra) merupakan seorang gadis Karo yang memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang guru. Hal itu muncul ketika Likas melihat guru nya disekolah. Ia kemudian mengutarakan keinginan nya kepada ayahnya Ngantari (Arswendi Nasution) dan kakaknnya Jore (Ernest Samudra). Mereka menyetujui Likas untuk tetap melanjutkan sekolah demi mengejar cita-citanya sebagai seorang guru dan pergi menimba ilmu ke Padang Panjang. Namun, sang ibu Tembun (Jajang C. Noer) menolak keras keinginan anaknya tersebut karena beranggapan jika merantau keluar tanah Karo itu adalah seorang anak miskin. Bagi ibunya cukup Jore saja yang pergi merantau sebagai polisi keamanan di lautan.
Namun niat yang ditanam Likas untuk menjadi seorang guru telah bulat, ia akhirnya memutuskan untuk tetap pergi ke Padang Panjang menimba ilmu pendidikan meskipun ibunya tidak mengizinkannya. Dengan keinginannya sebagai seorang guru dan ingin membuat Ibu dan keluarganya bangga, Likas tumbuh dewasa (Atiqah Hasiholan) dan berhasil menjadi seorang guru. Namun dengan kondisi politik, ekonomi serta dibawah penjajahan bangsa asing yang kacau, karier Likas sebagai seorang guru tidak begitu mulus. Ia diharuskan berpindah pindah ke berbagai tempat di Pulau Sumatera untuk mengajar sekaligus mencari tempat aman.
Hingga pada suatu hari, Likas bertemu dengan seorang Tentara PETA bernama Djamin Gintings (Vino G. Bastian). Djamin kemudian jatuh cinta melihat sosok Likas yang begitu heroik dan kuat. Likas pun sama, ia mulai bisa merasakan cinta yang diberikan Djamin padanya pada saat mereka saling berinteraksi lewat surat menyurat.
Mereka pun memutuskan untuk menikah. Acara resepsi pernikahan yang selalu direncanakan oleh mereka berdua harus ditunda terus menerus gara-gara Djamin mendapat tugas untuk mengamankan Indonesia bersama pasukan tentara lainnya. Kehidupan rumah tangga mereka pun terus berlanjut hingga era presiden Soeharto. Konflik konflik politik dan peristiwa bersejarah lainnya pun turut mengikuti perjalanan cinta Djamin & Likas.


#Review:
Setelah sukses dengan Sang Kiai (2013) dan mendapat predikat sebagai Film Indonesia Terbaik diajang Festival Film Indonesia Tahun 2013 lalu, kini Rako Prijanto kembali menghadirkan sebuah film yang sejenis dengan Sang Kiai yaitu tentang biografi yang ditambah dengan unsur heroik dan kemerdekaan.
Cerita heroik tentang sosok perempuan Karo berhasil disajikan dengan baik oleh Rako Prijanto. Tak hanya itu, beliau juga berhasil mengemas cerita heroik tersebut beriringan dengan baik dengan cerita sejarah kemerdekaan Indonesia. Meskipun ada dibeberapa bagian yang terasa begitu amat panjang dan lama untuk selesai.
Acungkan jempol untuk Atiqah Hasiholan dalam film ini. Ia berhasil memerankan seorang perempuan Karo yang ekspresif dan total. Aksen bahasa Karo nya pun sungguh meyakinkan. Jajaran pemeran lainnya pun tampil dengan performa maksimal. Vino G. Bastian pun berhasil dibuat "lebih hitam" oleh Rako Prijanto. Aksen bahasa Karo nya pun cukup baik meskipun nada suara nya dibeberapa bagian terdengar mirip sekali dengan Zainuddin (Herjunot Ali) dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Likas kecil yang diperankan Tissa Biani Azzahra juga tampil ekspresif sebagai pendatang baru di Industri perfilman Indonesia. Jajang C Noer juga tak ketinggalan menampilkan sosok seorang ibu yang keukeuh tak mau anaknya melanjutkan sekolahnya dengan baik.
Visual efek yang dihadirkan Rako Prijanto juga cukup mengalami peningkatan yang baik di 3 Nafas Likas kali ini dibandingkan dengan film sebelumnya. Adegan peperangan pun tampil terlihat nyata. Namun disayangkan ada beberapa properti yang cukup menganggu dan tidak sesuai dengan tahun yang diceritakan seperti Kacamata Soekarno, Headset Telegram dan Payung Hitam.
Overall, 3 Nafas Likas merupakan sebuah film biografi penuh dengan semangat heroik didalamnya.


[7.5/10Bintang]

0 comments:

Post a Comment