Monday, 30 July 2018

[Review] Si Doel The Movie: Menyelesaikan Kisah Cinta Doel, Sarah dan Zaenab


#Description:
Title: Si Doel The Movie (2018)
Casts: H. Rano Karno, Maudy Koesnaedy, Cornelia Agatha, H. Mandra, Suty Karno, Aminah Tjendrakasih, Adam Jagwani
Director: H. Rano Karno
Studio: Karnos Films, Falcon Pictures

#Synopsis:
Pagi itu, Mandra (H. Mandra) tengah disibukkan dengan tumpukan koper dan dus. Ia terlihat sangat gembira akan pergi ke Amsterdam, Belanda menemani Doel (H. Rano Karno) bertemu dengan Hans (Adam Jagwani) untuk urusan bisnis. Hans meminta Doel dan Mandra ke Amsterdam untuk menyuplai barang-barang khas betawi yang akan dipamerkan di Festival Tong-Tong yang akan digelar dua bulan lagi.
Doel pun pamitan pada Nyak, Ibunya (Aminah Tjendrakasih) yang kondisinya sedang terbaring lemah gara-gara glukoma yang menyerang tubuhnya. Sang istri, Zaenab (Maudy Koesnaedy) nampaknya agak sedikit berat hati ditinggal sang suami selama seminggu pergi ke Amsterdam. Namun apalah daya, Zaenab mau tak mau harus merelakan suaminya pergi kesana untuk kepentingan bisnis bersama dengan Hans. 


Ini merupakan kali pertama Mandra pergi ke luar negeri. Ia tak pernah absen untuk mengirimkan foto-foto kepada Atun (Suty Karno) di Jakarta, dengan tujuan agar membuatnya iri karena bisa berliburan ke Amsterdam. Setibanya di Amsterdam, Doel dan Mandra disambut oleh Hans yang sudah belasan tahun tak berjumpa. Hans sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Doel. Berkat keluarga Hans lah, Doel bisa melanjutkan pendidikannya dan hingga meraih gelar insinyur kala itu. Maka dari itulah, Doel tanpa pikir panjang langsung mau membantu Hans untuk menyuplai barang-barang khas betawi yang akan dipamerkan pada Festival Tong-Tong mendatang.


Tapi ternyata Hans mempunyai tujuan lain mendatangkan Doel ke Amsterdam. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Doel. Ialah Sarah (Cornelia Agatha). Cinta terbesarnya Doel empat belas tahun silam sebelum Sarah memutuskan untuk pergi menghilang dari kehidupan Doel. Mereka akhirnya bertemu kembali di Tropen Museum Amsterdam, Belanda. Doel tidak bisa berkata-kata ketika melihat Sarah. Perbincangan diantara keduanya membuka kisah lama mereka. Empat belas tahun yang lalu, Sarah pergi meninggalkan Doel yang tengah mengandung dan lebih memilih tinggal mandiri di Belanda. Kini anak mereka sudah beranjak remaja. Ia bernama Abdullah (Fahreyza Anugrah). Sarah meminta bantuan pada Hans untuk mengundang Doel ke Amsterdam agar anak mereka bisa bertemu dengan ayah kandungnya.


Melihat anaknya yang kini sudah remaja. Membuat Doel tidak bisa berkata-kata. Pertemuannya dengan Sarah dan sekarang dengan anaknya sudah membuatnya kaget. Tanpa pikir panjang, Doel malah memutuskan untuk pulang ke Indonesia lebih cepat. Mendengar hal tersebut membuat Mandra, Sarah dan Abdullah sedikit kecewa. Sementara itu, Zaenab di Jakarta semakin uring-uringan. Ia nyaris susah mendapat kabar dari suaminya, Doel meskipun hanya sebatas berkabar melalui pesan instan di ponsel. Gara-gara Atun pula lah, Zaenab semakin berfikir jika suaminya itu bertemu dengan Sarah di Amsterdam. Lalu bagaimanakah kisah cinta Doel selanjutnya?



#Review:
Siapa yang tak kenal dengan sinetron legendaris Si Doel Anak Sekolahan yang tayang di RCTI pada tahun 90'an? Sinetron Si Doel Anak Sekolahan menjadi salah satu Sinetron Terbaik Indonesia yang pernah dibuat. Karakter-karakter yang dalam sinetron tersebut menjadi ikonik dan mengesankan untuk para penontonnya. Sinetronnya sendiri menurut Wikipedia berakhir pada musim ke-7 pada awal 2000'an dengan judul Si Doel Anak Gedongan.
Tahun demi tahun berlalu. Semua pemain Si Doel Anak Sekolahan sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. H. Rano Karno disibukkan menjadi orang penting di Tangerang dan Banten. Maudy Koesnaedy sendiri semakin sibuk bermain dalam film-film Indonesia berkualitas. Cornelia Agatha pun kini lebih memilih fokus di bidang pementasan teater.
Tahun 2010, Karnos Films merilis sebuah film drama berjudul SATU JAM SAJA (2010) yang dibintangi Revalina S. Temat, Vino G. Bastian dan Andhika Pratama. Usai film tersebut, Rano Karno berangan-angan ingin melanjutkan cerita Si Doel ke layar lebar. Hingga delapan tahun kemudian, ide tersebut terwujud. Bekerjasama dengan Falcon Pictures, salah satu rumah produksi film Indonesia yang sedang populer dan terkenal "royal" akhirnya angan Rano Karno ini terwujud.
Pada event Gala Premiere film SI DOEL THE MOVIE (2018) yang diselenggarakan di Amsterdam beberapa waktu yang lalu, kemudian berlanjut selama dua hari berturut-turut di Epicentrum XXI pada tanggal 28-29 Juli 2018 yang dihadiri kurang lebih 8000 undangan, seluruh team film ini mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia sebagai film Indonesia PERTAMA yang melakukan Gala Premiere di Belanda dan film Indonesia PERTAMA yang melangsungkan Gala Premiere di Indonesia selama dua hari berturut-turut. Penyerahan piagam MURI ini diberikan secara langsung pada saat Gala Premiere di Epicentrum XXI pada sore hari di hari ke-2. Tak hanya itu saja, materi promosi film ini yang dilakukan oleh Falcon Pictures pada saat Gala Premiere juga sangat meriah. Dihadiri oleh banyak tamu undangan dan juga Festival Kuliner Betawi secara GRATIS bagi seluruh tamu undangan. Para audience juga dihibur oleh atraksi musik khas betawi, ondel-ondel hingga set rumah khas betawi dipasang di lobby luar Epicentrum XXI.




Untuk segi cerita, film SI DOEL THE MOVIE (2018) ini memang dibuat sebagai kelanjutan dari sinetronnya. Plot nya empat belas tahun usai Sarah menghilang dari kehidupan Doel. Aku suka skenario dalam film ini yang dihadirkan begitu jelas, tegas dan tidak bertele-tele. Porsi dramatisasi-nya juga surprisingly minimalis banget mirip versi sinetronnya yang sederhana. Konflik yang bergejolak dalam batin Doel, Sarah dan Zaenab tampil sangat dewasa. Meskipun begitu, tak membuat penonton tersentuh. Justru kesederhanaan yang dijaga versi filmnya sukses membuat penonton baper dan simpati terhadap semua karakter. 
Tiga karakter perempuan dalam film ini mempunyai GONG-nya yang sukses bikin mata berkaca-kaca. Sosok ibu single parent yang mencoba untuk mandiri dan teguh pada pendiriannya namun dalam hatinya tak bisa berbohong yaitu Sarah tampil sangat maksimal oleh Cornelia Agatha. Sosok istri yang khawatir akan suaminya mencari cinta lamanya yang dihadirkan lewat karakter Zaenab yang diperankan oleh Maudy Koesnaedy juga sukses membuat kita bersimpati terhadapnya. Dan yang terakhir sosok Nyak, Ibu dari Doel yang diperankan oleh Hj. Aminah Tjendrakasih. Meskipun beliau terbaring lemah akibat glukoma, tapi tak membuat beliau kesulitan sama sekali dalam berperan sebagai Nyak. Beliau sangat profesional meskipun dalam keadaan sangat terbatas. Tiap adegan Nyak muncul di layar lebar dengan dialognya, sukses membuatku terharu dan menahan tangis. Dialog-dialog yang beliau ucapkan begitu sederhana dan mengesankan. Yang cukup disayangkan menurutku sih soosk Doel dalam film ini sisi emosional dalam dirinya masih kurang nampol dan dibuat terlalu cool. Andai saja moment perjumpaan perdana dengan Sarah dan Abdullah dibuat sedikit dramatis pasti akan meninggalkan kesan yang amat mendalam untuk film ini. H. Mandra dan Suty Karno menjadi scene stealer dalam film ini. Tingkah polah Mandra di film ini nyaris selalu membuat kesal namun tetap menghibur dengan amat baik. Kelakuan "norak"nya itu memang menjadi moment komedi epik untuk film ini.
Untuk segi visual pun, film SI DOEL THE MOVIE (2018) tampil sederhana seperti versi sinetronnya. Meskipun kali ini berlatar luar negeri, tapi entah kenapa aku kali ini bisa memakluminya. Lingkungan rumah Doel di Jakarta pun dihadirkan kembali dengan sangat niat. Soundtrack yang mengiringi film ini juga sukses membuat sensasi nostalgia. Lagu Si Doel Anak Betawi baik itu versi asli maupun versi remake yang dinyanyikan Band Armada berhasil membuatku selalu bersenandung. Lagu Selamat Jalan Kekasi yang di remake oleh Wizzy Williana juga sukses membuat merinding ketika muncul pada saat moment GONG antara Sarah dan Doel.
Overall, film SI DOEL THE MOVIE (2018) ini memuaskan! Meskipun berakhir nanggung karena akan berlanjut disekuelnya, tapi aku akan menjadi salah satu orang yang menunggu kelanjutannya. Siapakah yang akan dipilih Doel? Sarah ataukah Zaenab?


[8/10Bintang]

Thursday, 26 July 2018

[Review] Kafir: Meminta Bantuan Kepada Kekuatan Gaib Dari Setan



#Description:
Title: Kafir (2018)
Casts: Putri Ayudya, Sujiwo Tedjo, Rangga Azof, Nadya Arina, Teddy Syah, Nova Eliza, Indah Permatasari, Slamet Ambari, Oce Permatasari, Yayu Unru, Djenar Maesa Ayu, Laksmi Notonegoro
Director: Azhar Kinoi Lubis
Studio: Starvision Plus


#Synopsis:
Disebuah malam yang tengah diguyur hujan cukup deras, sebuah keluarga tampak hangat dan harmonis. Sang ibu, bernama Sri (Putri Ayudya) tengah sibuk memasak hidangan untuk makan malam. Sang suami, Herman (Teddy Syah) sedang bermain piano dengan melantunkan lagu favoritnya. Dan kedua anak mereka yakni Andi (Rangga Azof) dan Dina (Nadya Arina) sedang duduk di ruang keluarga. Tak berapa lama, hidangan makan malam sudah selesai dimasak oleh Bu Sri. Semua anggota keluarga kemudian berkumpul di ruang makan. Mereka dengan lahap menyantap hidangan malam yang ada di meja.


Tiba-tiba kehangatan keluarga Herman berubah menjadi ketakutan. Sang ayah tiba-tiba batuk dan mengeluarkan darah yang cukup banyak dari mulutnya. Bu Sri dan kedua anaknya dibuat panik. Dina bergegas meminta bantuan keluar rumah, namun sayang, nyawa ayah mereka tak tertolong. Pak Herman meninggal dengan mulut penuh darah dan mengeluarkan sebuah benda yang tak lazim dari mulutnya. Pak Herman lalu dimakamkan yang tak jauh dari pemukiman warga.
Meninggalnya sang suami membuat Ibu Sri dilanda kesedihan yang amat mendalam. Ia belum bisa menerima kepergian suaminya itu dengan cara yang aneh. Sang ibu bahkan tak ingin lagi memasak hidangan yang menjadi kesukaan almarhum sang suami jika sedang berada didapur. Waktu terus berjalan, hingga tak terasa sudah sebulan lebih Pak Herman meninggalkan istri dan kedua anaknya. Meskipun sudah lebih dari satu bulan, Bu Sri masih tetap saja sulit menerima keadaan.
Selama itu juga, Bu Sri kerap mengalami hal-hal ganjil. Ia sering merasakan kehadiran sosok misterius ada di rumah yang mereka tempati.
Apa yang Bu Sri alami tak membuat kedua anaknya lantas percaya begitu saja. Mereka yakin bahwa sang ibu hanya berhalusinasi karena tak bisa menerima kepergian sang ayah. Andi dan Dina lalu mencoba membawa sang ibu ke dokter (Djenar Maesa Ayu). Namun sayang, hasilnya nihil. Dokter tidak menemukan penyakit yang diderita oleh Bu Sri. Mereka lalu membawa kembali sang ibu ke rumah. Beruntung, Andi mendapat bantuan untuk merawat sang ibu dari kekasihnya, Hanum (Indah Permatasari). Dikala senggang, Hanum bersedia merawat bu Sri dirumah ketika Andi dan Dina sedang berada diluar rumah.


Selama dirawat, Bu Sri terus mengalami hal-hal misterius. Ia lalu mencoba kabur dan menemui seorang dukun bernama Jarwo (Sujiwo Tedjo). Jarwo lalu mendatangi kediaman Bu Sri. Tepat dikamar Bu Sri, Jarwo melihat sebuah kekuatan supranatural yang mencoba mencelakai keluarga Bu Sri. Jarwo kemudian mencoba mengusir kekuatan tersebut. Keesokan harinya, Bu Sri datang kembali ke kediaman Jarwo untuk meyakini dugaan soal siapa yang mencoba mengganggu keluarganya itu. Namun ketika Jarwo akan kembali membantu Bu Sri, ia malah tewas terbakar dirumahnya. Bu Sri panik dan ketakutan. Ia lalu pergi meninggalkan kediaman Jarwo yang habis dilalap kobaran api.
Dina dan Andi secara sembunyi-sembunyi menyelidiki apa yang tengah terjadi di keluarga mereka. Keduanya membuka berkas-berkas ibu dan ayahnya di kamar. Tak hanya itu saja, mereka juga menyelidiki ke kediaman Jarwo yang hangus terbakar. Disana mereka menemukan sebuah foto yang nyaris sedikit hangus terbakar. Foto tersebut menampilkan sebuah rumah dan terdapat 3 orang yang tengah berdiri didepan rumah tersebut. Mereka lalu mencoba menanyakan ke penduduk sekitar tentang kisah rumah yang ada di foto itu.


Sementara itu, kondisi sang ibu dirumah yang sedang dirawat Hanum semakin parah. Bu Sri semakin sering bertingkah aneh layaknya orang kesurupan. Puncaknya, pada suatu malam ditengah hujan deras, sang ibu hilang. Andi dan Dina panik. Hanum pun tak tahu kemana Bu Sri pergi. Dina pun tiba-tiba jatuh pingsan tak sadarkan diri. Melihat Andi dan Dina yang semakin panik, Hanum menyarankan untuk sementara tinggal dirumahnya sampai semuanya kembali normal. Mereka bertiga kemudian pergi kerumah Hanum. Setibanya disana, mereka disambut dengan baik oleh Bu Ratna Laila (Nova Eliza), ibunya Hanum. Mereka dipersilahkan untuk beristirahat sampai Dina pulih.
Andi ternyata tidak bisa tidur dengan tenang karena belum tahu keberadaan sang ibu. Ketika sedang berada diruang tamu rumah Bu Ratna, Andi tak sengaja melihat beberapa brosur dan foto yang berserakan dimeja. Andi terkejut ia menemukan sebuah foto yang sama persis dengan foto yang ia lihat dikamar ibunya dan rumah dukun Jarwo. Andi kemudian mencurigai ada yang tak beres. Ia lalu berusaha untuk keluar dari rumahnya Hanum dan membawa Dina yang masih tak sadarkan diri secepat mungkin.
Apa yang sebetulnya terjadi dengan keluarga Bu Sri dan kedua anaknya?


#Review:
Film Indonesia bergenre horror sepertinya di tahun ini sedang naik daun. Banyak film-film setan yang dirilis tahun 2018 menuai kesuksesan secara komersil meskipun tak sedikit yang berbanding terbalik dengan kualitas filmnya. Dari belasan judul yang sudah dirilis pada semester pertama tahun ini menurutku baru DANUR 2 MADDAH (2018) dan SABRINA (2018) saja yang mampu tampil menunjukan kualitasnya sebagai sebuah film horror yang memuaskan.
Starvision Plus pada April kemarin mencoba terjun ke genre horror dengan menghadirkan film SAJEN (2018), namun sayang, menurutku filmnya sama sekali tidak horror. Meskipun menurutku itu adalah film horror yang gagal, tapi untuk segi komersil, film yang ditulis skenarionya oleh Haqi Achmad itu sukses tembus 790ribu penonton lebih ketika selama tayang di bioskop.
Pada awal Agustus 2018 ini, Starvision kembali menghadirkan film horror. Kali ini yang tampak begitu menjanjikan adalah hadirnya sineas Upi yang duduk sebagai produser kreatif dan penulis skenario untuk filmnya. Sebelumnya Upi sukses berkolaborasi dengan Starvision pada film SWEET 20 (2017). Menurut sang produser, yakni Chand Parwez Servia ketika dijumpai pada Gala Premiere film KAFIR yang diselenggarakan di Epicentrum XXI pada Kamis, 26 Juli 2018 lalu, awal mula ide membuat film ini yakni remake dari film KAFIR produksi Starvision Plus juga yang dirilis pada tahun 2002 silam. Namun keinginan sang produser itu tidak disetujui oleh Upi selaku produser kreatif dan penulis skenario film. Upi langsung memberikan ide untuk membuat film dengan cerita baru. Untungnya, Chand Parwez langsun menyambut baik ide yang diberikan Upi. Maka hadirlah film KAFIR (2018) yang disutradarai oleh Azhar Kinoi Lubis.



Untuk segi cerita, sebetulnya film KAFIR (2018) ini tak berbeda jauh dari template cerita film-film horror pada umumnya. Namun beruntung, Kinoi dan Upi tidak membuat film ini terjebak mainstream seperti film-film horror belakangan ini. Keduanya cukup cerdik menyembunyikan kejutan twist yang disimpan diparuh akhir film. Paruh awal film, mau tak mau menurutku sedikit mirip dengan film PENGABDI SETAN (2017) nya Joko Anwar. Tone film dan artistiknya juga sekilas mirip. Menuju paruh tengah film, Kinoi dan Upi seolah menebarkan kepingan puzzle dalam ceritanya yang harus kita susun satu demi satu lewat beberapa adegan serta jumpscarednya. Untuk segi menakut-nakuti penonton, film KAFIR (2018) ini beberapa diantaranya masih cukup mainstream. Kadang editing perpindahan antar satu adegan ke adegan lainnya tidak berjalan smooth. Yang sedikit menganggu untukku adalah ketika adegan malam hari, hampir disemua scene SELALU diceritakan hujan lebat dengan tambahan suara petir yang menggelegar. Namun beruntung, menuju paruh akhir film, final scene film KAFIR (2018) terasa memuaskan banget untukku. Bagian ini taste seorang Upi nya begitu kuat terasa. Adegan basement yang dihadirkan bareng dengan twist serta sedikit "siksaan" untuk para pemainnya begitu oke. Aku yang awalnya hanya peduli sama sosok Bu Sri saja langsung berubah drastis dan ikut bersimpati melihat apa yang terjadi kepada kedua anaknya. Terlebih kepada Dina. Gila bangeet!


Untuk segi artistik, musik scoring, soundtrack dan visual, film ini cukup oke dan niat. Tone gambarnya yang bersetting tahun 90'an nya khas Upi banget. Jajaran pemain memberikan performa maksimalnya. Aku paling takjub dengan Putri Ayudya yang memerankan sosok Bu Sri. Permainan emosi dan ekspresi nya klimaks banget dari awal hingga akhir film. Sujiwo Tedjo pun tak kalah memberikan performance bagusnya meskipun tampil terbatas. Rangga Azof dan Nadya Arina yang awalnya terasa nothing special, sukses membuatku terpikat ketika di adegan akhir film. Sosok Indah Permatasari dan Nova Eliza juga tak disangka akan memberikan penampilan mengejutkan meskipun menurutku Indah Permatasari masih belum terlalu meyakinkan memerankan sebuah karakter yang berbanding terbalik ketika paruh awal film.
Overall, film KAFIR (2018) ini cukup memuaskan. Yang sedikit membuatku BETE maksimal sih ketika malam Gala Premiere film ini ada insiden filmnya diberhentikan sekitar 10-15menitan. Entahlah kenapa penyebabnya, yang jelas film KAFIR (2018) ini bagus kok! Congratulations for Starvision Plus!


[7/10Bintang]

Monday, 23 July 2018

[Review] Mamma Mia 2: Reuni Keluarga Dan Sahabat Keluarga Bella Donna


#Description:
Title: Mamma Mia 2: Here We Go Again (2018)
Casts: Lili James, Meryl Streep, Amanda Seyfried, Pierce Brosnan, Dominic Cooper, Colin Firth, Andy Garcia, Stellan Skarsgard, Julie Walters, Cher, Christine Baranski, Jeremy Irvine, Josh Dylan, Hugh Skinner, Jessica Keena Wynn, Alexa Davies
Director: Ol Parker
Studio: Universal Pictures, Legendary Pictures


#Synopsis:
Sophie (Amanda Seyfried) ingin mewujudkan mimpi almarhum Ibunya, Donna (Meryl Streep, Lily James) untuk membuka kembali Hotel Bella Donna di pulau Kalokairi, Yunani yang telah lama tutup operasional. Sophie sendiri bahkan rela meninggalkan suaminya, Sky (Dominic Cooper) yang bekerja di Amerika Serikat demi impian ibunya itu. Disana, Sophie tidak sendiri, ia dibantu sang ayah Sam (Pierce Brosnan) beserta dengan manager hotel dan para pegawainya.


Sophie mengundang beberapa orang penting untuk menghadiri acara grand re-opening hotelnya itu. Ia juga mengundang kedua "ayah" lainnya yaitu Bill (Stellan Skarsgard) dan Harry (Colin Firth). lalu kedua teman baik ibunya, Tanya (Christine Baranski) dan Rosie (Julie Walters). Namun sebelum pesta grand re-opening itu dimulai, badai menghantam pulau Kalokairi. Semua akses menuju ke pulau tersebut ditutup. Akses melalui laut dan udara ditutup pada hari itu. Akibatnya banyak tamu-tamu penting membatalkan untuk menghadiri acara itu. Sophie merasa sangat sedih atas kejadian yang tidak bisa diprediksi itu. Ia yakin almarhum ibunya akan ikut sedih disana melihat semua persiapan yang telah dipersiapkan menjadi berantakan.
Sophie merasa mempunyai ikatan batin yang sangat kuat dengan sang ibu ketika berada di pulau tersebut. Pulau dan hotel yang kini berdiri disana adalah tempat sekaligus saksi bersejarah dari nol perjalanan Donna, ibunya mulai dari kehidupan, asmara dan hingga membangun sosialnya. Donna pada saat remaja datang ke pulau tersebut untuk mewujudkan dan mendapatkan kehidupan yang ia impikan selama ini, karena selama ia tinggal bersama dengan ibunya Ruby Sheridan (Cher) semua impiannya itu sulit untuk menjadi nyata.


Tak mau orang terdekatnya sedih, sang ayah, Sam dibantu dengan Bill dan Harry mengajak orang-orang disekitar pelabuhan untuk datang ke acara grand re-opening itu. Para warga antusias mendengar ajakan Sam, Bill dan Harry. Tak hanya itu saja, Sam diam-diam menghadirkan suami Sophie, yaitu Sky untuk datang sebagai kejutan berikutnya. Melihat segala usaha yang dilakukan sang ayah, membuat Sophie sangat bahagia. Ditambah lagi Sophie kini tengah hamil muda. Sophie dan Sky akan menjadi ibu dan ayah. Sophie begitu tak percaya ia mendapatkan kabar kehamilannya tepat sedang berada di pulau yang sama dengan almarhum ibunya ketika mengandungnya.


#Review:
Bagi para pecinta film, siapa yang tak mengenal film MAMMA MIA (2008) yang dirilis sepuluh tahun silam. Film drama musikal yang dibintangi Meryl Streep dan Amanda Seyfried ini sukses mencuri perhatian pecinta film dunia dan dinobatkan sebagai salah satu film drama musikal Hollywood terfavorit dan terbaik sepanjang masa. Tak hanya itu saja, film ini juga dihadirkan dalam versi pentas teatrikal yang sudah berkeliling dunia dan bahkan hadir juga versi Broadway nya.
Sepuluh tahun berlalu, Universal Pictures menghadirkan kelanjutan cerita Donna beserta dengan anaknya Sophie pada moment summer 2018 tahun ini. Banyak para pecinta film menunggu sekuel MAMMA MIA 2: HERE WE GO AGAIN! (2018) ini tayang di bioskop.


Untuk segi cerita, sekuelnya ini menghadirkan dua cerita sekaligus. Cerita pertama yaitu tentang kelanjutan cerita kehidupan Sophie yang kini sudah menikah dan ingin membangun kembali hotel Bella Donna milik almarhum ibunya. Cerita keduanya tentang flashback sosok Donna ketika masih remaja dan bagaimana ia berjuang hidup di pulau Kalokairi. Beruntung, film ini dalam menggabungkan kedua cerita itu dilakukan dengan amat baik dan rapi. Cara menghubungkan antara masa remaja Donna dengan masa kini yang diwakili oleh Sophie sangat bagus banget nyaris tanpa cela. Kedua cerita itu juga tampil kuat satu sama lain. Kita sebagai penonton tak dibuat berat sebelah dan diberi rasa simpati  ketika menyaksikan dua cerita tersebut.
Yang aku suka berikutnya adalah moment musikal dalam film ini jauh lebih ear-catchy dibandingkan jilid pertamanya. Deretan lagu yang dihadirkan disepanjang film begitu pas sesuai dengan isi cerita. Tak ada rasa bosan ketika menonton jilid keduanya ini. Musik-musik yang mengiringi adegan juga sangat enak dan secara tak sadar kaki, kepala dan jari tangan ikut bergerak-gerak ketika lagu dan musik dalam ini muncul.


Untuk segi sinematografi nya juga film ini cukup segar. Pemandangan tebing bebatuan, laut biru, langit biru serta pemukiman warga dihadirkan begitu indah memanjakan mata. Meskipun entahlah mataku ini, ada beberapa adegan seperti menggunakan efek CGI dan masih terlihat tidak smooth. Tapi hal itu langsung bisa dimaklumi lantaran sudah dibuat jatuh hati oleh musik-musiknya.
Poin terbaik berikutnya dari MAMMA MIA 2 (2018) ini adalah deretan ensemble casts nya yang memukau. Mayoritas pemain lama masih bergabung. Hal ini membuatku sedikit terharu melihat sekuelnya yang serasa seperti reuni akbar MAMMA MIA. Performa seluruh castsnya pun jempolan. Amanda Seyfried tampil semakin oke dan matang. Suaranya bagus banget. Lily James surprisingly juga oke banget dalam memerankan sosok Donna ketika masih remaja. Gesture, dialog serta suaranya gila sih oke punyaa! Jajaran pemain pendukungnya juga jempolan memberikan moment lucu. Kedua teman Donna versi remaja dan dewasa sama-sama humoris! Ketiga pria yang hadir di hidup Donna juga semakin memeriahkan cerita. Aku cuma sedikit terganggu dengan karakter nenek Ruby yang diperankan oleh Cher. Gak tau kenapa ya, aku merasa kehadirannya terlalu dipaksakan untuk hadir. Yang cukup mengejutkan adalah karakter Donna yang diperankan Meryl Streep pada paruh pertama film seperti disembunyikan dengan rapat-rapat. Ini sedikit membuatku kesal karena salah satu alasanku untuk menonton film ini adalah Meryl Streep. Namun ketika menuju pertengahan, barulah sosok Donna yang menghilang itu diceritakan. Rasa penasaranku akan Meryl Streep serasa terbayar dan terpuaskan sudah pada ending film yang begitu apik, mengesankan sekaligus mengharukan! Merinding sekaligus menahan haru melihat akhir cerita film ini. Keren banget!


Aku sarankan sebelum nonton film ini, sempatkanlah nonton jilid pertamanya terlebih dahulu biar sensasi nostalgia, merinding, terharu dan indahnya semakin terasa!


[8.5/10Bintang]

Thursday, 19 July 2018

[Review] Buffalo Boys: Kisah Dua Koboi Membasmi Penjajahan Di Indonesia


#Description:
Title: Buffalo Boys (2018)
Casts: Ario Bayu, Yoshi Sudarso, Pevita Pearce, Hannah Al-Rashid, Zack Lee, Tio Pakusadewo, Sunny Pang, Mikha Tambayong, Conan Stevens, Mike Lucock, Donny Alamsyah, Reinout Bussemaker, Alex Abbad, Happy Salma, Donny Damara, El Manik, Daniel Adnan
Director: 
Studio: Infinite Studios, Screenplay Infinite Productions

#Synopsis:
Sultan Hamza (Mike Lucock) dan Arana (Donny Alamsyah, Tio Pakusadewo) kakak beradik yang berusaha sekuat tenaga untuk terlepas dari jajahan Belanda di tempat kelahiran mereka. Semua warga nyaris habis dibantai oleh mereka. Sebelum akhirnya tewas ditangan penjajah Belanda, Sultan memutuskan menitipkan kedua anak laki-lakinya yang masih bayi pada Arana untuk dibawa pergi jauh dari Indonesia. Arana membawa kedua keponakannya itu ke Amerika Serikat. Mereka adalah Jamar (Ario Bayu) dan Suwo (Yoshi Sudarso). Disana Jamar dan Suwo tumbuh menjadi anak yang tangguh dan selalu berani membela kebenaran.
20 tahun berlalu, Arana memutuskan untuk kembali ke Indonesia bersama Jamar dan Suwo. Mereka bertiga ingin membasmi penjajahan Belanda yang menguasai tempat lahir mereka. Diperjalanan menuju tempat kelahirannya, mereka bertiga tak sengaja melihat Sri (Mikha Tambayong) beserta dengan ayahnya Suroyo (El Manik) yang tengah dirampok dan nyaris diperkosa oleh sekelompok orang yang dikomandoi oleh Fakar (Alex Abbad). Melihat warga pribumi tengah diganggu, Suwo dan kakaknya langsung melakukan perlawanan terhadap mereka. Sebagai ucapan terima kasih, Arana, Jamar dan Suwo diajak ke kampung tempat tinggal Suroyo untuk beristirahat dan membersihkan badan.
Setibanya di desa tersebut, mereka bertiga bertemu dengan kepala suku adat bernama Sakar (Donny Damara). Sakar sendiri masih satu keluarga dengan Suroyo. Mereka juga bertemu dengan Kiona (Pevita Pearce) anak dari Sakar yang jago memanah dan menunggangi kerbau.


Arana, Jamar dan Suwo kemudian mendapat informasi bahwa desa tersebut sedang dikuasai oleh tentara VOC Belanda yang dipimpin oleh Van Trach (Reinout Bussemant). Mereka juga memiliki anak buah yang tak kalah kejamnya yang dipimpin oleh Drost (Daniel Adnan). Kedatangan Arana, Jamar dan Suwo sedikit memberi harapan bagi kampung tersebut. Ketiganya lalu berencana untuk menghabisi Van Trach dan sementara menetap di kampung tersebut.
Rencana ketiganya untuk menghabisi Van Trach ternyata tak berjalan mulus. Kepala suku adat yang sudah mengabdi pada VOC Belanda membocorkan keberadaan Arana, Jamar dan Suwo yang dilindungi oleh Suroyo. Mendengar kabar itu, Van Trach sangat kecewa dengan orang kepercayaannya itu. Suroyo dieksekusi hukuman mati dan Sakar pun tewas ditembak gara-gara hal tersebut. Sri dan Kiona merasa sangat terpukul melihat ayah dan pamannya tewas didepan mata mereka.
Arana semakin geram dengan kelakuan Van Trach. Ia memutuskan untuk membunuhnya secepat mungkin. Mereka lalu menginap ditempat yang bersebelahan dengan tempat tinggal Van Trach supaya mereka lebih mudah untuk memantau gerak-gerik Van Trach beserta anak buahnya. Tak disangka, dirumah tempat tinggal Van Trach, Arana melihat sosok Seruni (Happy Salma) yang tak lain adalah istrinya yang sudah 20 tahun lebih mereka hilang komunikasi.


Sambil menunggu moment yang tepat untuk menghabisi Van Trach, kedua kakak beradik Jamar dan Suwo harus berhadapan lagi dengan Fakar yang kali ini mempunyai rekan dengan senjata dan alat tajam yang banyak. Mereka adalah Koen (Zack Lee), Adri (Hannah Al-Rashid) dan Leung (Sunny Pang). Keempat orang tersebut adalah preman dan pemilik sebuah bar yang tak jauh dari tempat tinggal Van Trach. 
Mampukah Jamar dan Suwo membasmi penjajahan tentara VOC Belanda di desa tersebut?


#Review:
Screenplay Infinite Films tahun ini kembali hadir meramaikan industri film Indonesia bergenre action-fantasy setelah dua tahun yang lalu sukses mencuri perhatian dengan filmnya yang berjudul HEADSHOT (2016). Dari segi materi promosi dan trailer yang dihadirkan, film BUFFALO BOYS (2018) ini tampak sangat menjanjikan dan wah. Film ini bercerita tentang zaman penjajahan Belanda di Indonesia namun ditambahkan dengan unsur western ala-ala kisah cowboy. Deretan pemain yang memiliki reputasi sangat baik serta aksi action yang ditampilkan pada trailer sukses membuat rasa penasaran para penonton.


Akhirnya aku berkesempatan bisa menonton BUFFALO BOYS (2018) sehari lebih awal pada Gala Premiere nya yang berlangsung di CGV Grand Indonesia tadi malam. Ketika Presskon sendiri banyak hal-hal seru yang diutarakan para pemain, sutradara dan produsernya selama proses pembuatan film ini. Mereka berujar bahwa film ini dibuat cukup mahal karena menggunakan set lokasi yang betulan dibangun semirip mungkin dengan latar tahun dalam film ini. Tak cuma itu saja, para pemain pun memberikan kesan mereka selama shooting film BUFFALO BOYS (2018) ini. Mereka sangat puas dengan hasil film ini dimana memadukan unsur action-fantasy antara west dan east culture. Tak cuma itu saja, ketika film ini diputar perdana pada ajang Fantasia International Film Festival 2018 yang diselenggarakan di Montreal, Amerika Serikat beberapa hari yang lalu, menurut Pevita Pearce yang datang langsung ke acara tersebut mengutarakan bahwa respon para penonton disana cukup meriah dan positif.


Usai menyaksikan keseluruhan film ini, menurutku hal yang paling menonjol serta patut diapresiasi film BUFFALO BOYS (2018) ini adalah product value nya yang begitu keren terutama pada set lokasinya serta sisi action yang dihadirkan terasa gila dan intens. Paruh pertama film penonton langsung diberi adegan action tanpa permisi. Namun sayang, ketika masuk paruh pertengahan film, sisi actionnya langsung kendor digantikan oleh sisi drama yang menurutku terlalu melar dan cheesy. Sepanjang paruh kedua film, aku dibuat bosan. Banyak adegan-adegan yang tidak terlalu penting serta ada beberapa perpindahan scene-nya masih rusuh dan berantakan. Ditambah lagi beberapa dialog dengan taste khas Screenplay kembali hadir dalam film ini. Andai saja film ini berfokus pada aksi actionnya saja, pasti akan jauh lebih baik lagi.



Sepanjang film diputar, banyak sekali karakter yang dihadirkan. Tapi sayang banget, sang sutradara dan penulis skenario tidak memperdulikan kekuatan masing-masing karakter. Alhasil, beberapa karakter yang harusnya mampu menyita perhatian harus berakhir dengan begitu saja tanpa ada penggalian karakter lebih dalam lagi. Tio Pakusadewo dan Ario Bayu mendapat karakter yang cukup kuat untuk film ini. Karakter yang diperankan Yoshi Sudarso sayang banget mendapat minim penggalian karakter. Pevita Pearce yang memerankan Kiona pun ternyata tak seperti apa yang aku bayangkan ketika melihat trailernya. Sosok Kiona masih membuatku teringat sosok Hayati yang legendaris itu. Yang justru mencuri perhatian dalam film ini menurutku adalah para karakter villainnya. Terutama musuh yang diperankan oleh Alex Abbad, Zack Lee dan Hannah-Al-Rashid. Ketiganya meskipun singkat tapi memberikan penampilan yang mengintimidasi dan cukup mengesankan bagiku. Adegan perang di bar yang dilakukan mereka dan Yoshi adalah salah satu bagian terbaik dalam film ini.



Overall, BUFFALO BOYS (2018) nasibnya hampir seperti film HEADSHOT (2016) karena memiliki kesamaan yakni lemah dalam sisi drama yang coba mereka tampilkan, namun untuk urusan sisi action, keduanya tampil sangat memuaskan!


[7/10Bintang]

Thursday, 12 July 2018

[Review] Sabrina The Doll: Terror Sadis Dari Sosok Iblis Baghiah


#Description:
Title: Sabrina (2018)
Casts: Luna Maya, Christian Sugiono, Sara Wijayanto, Jeremy Thomas, Richelle Snornicki, Rizky Hanggono, Asri Handayani, Sahil Shah
Director: Rocky Soraya
Studio: Hitmaker Studios


#Synopsis:
Arka Kev (Rizky Hanggono) terbangun dari tidurnya. Ia terkejut melihat istrinya Andini (Asri Handayani) mengalami kerasukan dengan muka dan mulut penuh darah. Arka langsung mencoba meminta bantuan Bu Laras (Sara Wijayanto) dan suaminya Raynard (Jeremy Thomas) untuk menyelamatkan istrinya yang kerasukan iblis berbahaya. Sosok iblis yang kali ini Bu Laras hadapi adalah Baghiah (Sahil Shah). Ia mengincar tubuh manusia untuk dirasuki lalu menetap untuk selama-lamanya. Akhirnya Bu Laras dan Pak Raynard berhasil mengeluarkan iblis Baghiah dari tubuh Andini. Namun tragis, Andini dan Arka meninggal dunia. Baghiah berjanji akan bangkit kembali ke dunia untuk membunuh Bu Laras.
Sementara itu, hidup Maira kini kembali seperti semula. Ia sudah menerima kepergian anaknya Kayla (Sofia Shireen), mantan suaminya Aldo (Herjunot Ali) juga sudah masuk penjara atas kesalahan yang ia buat. Maira kini sudah menikah lagi dengan seorang pengusaha boneka Sabrina 2nd Edition dan mainan bernama Aiden Kev (Christian Sugiono). Maira juga mempunyai kesibukan menjadi seorang fashion designer dan membuka bisnis butik. Hidup Maira dan Aiden semakin lengkap usai Aiden memutuskan untuk mengadopsi keponakannya yang yatim piatu yaitu Vanya (Richelle Snornicki).
Kehadiran Maira dan Aiden tak membuat Vanya senang, ia masih belum bisa menerima kerpegian kedua orangtuanya, terutama sang Ibu bernama Andini. Vanya sangat merindukan ibunya. Sampai suatu hari, ia mencoba berkomunikasi dengan roh ibunya menggunakan medium permainan pensil Charlie atas saran teman disekolahnya. Cara tersebut ternyata perlahan-lahan berhasil. Vanya berkomunikasi dan bertemu dengan sosok ibunya.



Melihat tingkah aneh Vanya yang selalu berbicara sendiri membuat Maira sedikit curiga. Hari demi hari rasa curiga itu semakin besar ketika Vanya memberitahu pada Maira bahwa ia suka bermain dengan ibunya ketika Maira dan Aiden sedang tak berada dirumah. Tak ingin keponakannya semakin bertingkah aneh, Aiden memutuskan untuk mengambil jatah libur lebih lama untuk mengajak Maira dan Vanya berliburan ke pantai. Aiden yakin, dengan berliburan Vanya bisa melupakan sosok ibunya. Namun hal itu ternyata salah. Sosok ibunya Vanya terus mengikuti kemanapun mereka pergi. Puncaknya, Maira diserang oleh sosok yang selalu menemani Vanya ketika mereka sedang berliburan. Maira dan Aiden tidak terlalu yakin sosok yang bersama dengan Vanya adalah benar ibunya, Andini.
Untuk memastikan hal tersebut, Maira memutuskan untuk kembali menemui Bu Laras. Ia meminta bantuan kepada Bu Laras untuk menelusuri tentang sosok yang selalu menemani Vanya itu. Ketika Bu Laras mencoba berkomunikasi dengan sosok ibunya, ia menemukan fakta bahwa sosok tersebut bukan sepenuhnya roh Andini, ada sosok lain yang ingin menguasai tubuh manusia usai gagal mendapatkan raga Andini. Siapa lagi kalau bukan iblis Baghiah, sosok jahat yang sempat dihadapi oleh Bu Laras ketika menangani kasus Arka.



Seiring berjalannya waktu, iblis Baghiah yang berwujud Andini semakin brutal merasuki dan menyerang satu persatu Vanya, Maira hingga Aiden. Bu Laras pesimis bisa mengalahkan iblis Baghiah. Karena pada saat menangani kasus Arka, Bu Laras diancam oleh iblis Baghiah akan dibunuh jika kembali bertemu. Namun dengan dukungan suaminya, Bu Laras kembali bangkit optimis mampu melenyapkan iblis Baghiah untuk selama-lamanya.
Berhasilkah Bu Laras dan Pak Reynard menghentikan terror sadis iblis Baghiah yang menyerang keluarga Aiden?


#Review:
Semester pertama tahun 2018 sudah banyak deretan Film Horror Indonesia yang dirilis. Namun kualitasnya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hanya DANUR 2 MADDAH (2018) dan KUNTILANAK (2018) yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan BAYI GAIB, KEMBANG KANTIL, SAJEN, THE SECRET SUSTER NGESOT URBAN LEGEND, ALAS PATI, RASUK dan JAILANGKUNG 2. Film-film tersebut padahal mempunyai pondasi cerita yang cukup menarik tapi sayang sekali gagal dieksekusi dengan baik. 
Melihat Hitmaker Studios serta Rocky Soraya tahun ini kembali menghadirkan horror-thriller lewat medium boneka awalnya membuatku sedikit bosan karena sudah dieksplor dalam dua film sebelum ini yakni di THE DOLL (2016) dan THE DOLL 2 (2017). Namun kualitas horror yang dicapai oleh Rocky Soraya pada kedua film tersebut serta film horror terbaiknya (versiku) yakni MATA BATIN (2017) langsung mengembalikan rasa penasaranku terhadap film ini. Mau buat apa lagi nih Rocky Soraya?
Untuk segi cerita, film SABRINA (2018) ini merupakan sebuah spin-off (atau padahal disebut series ketiga dari jilid THE DOLL juga padahal bisa) dari sosok boneka Sabrina yang muncul pada series THE DOLL. Film ini surprisingly memberikan skenario yang jauh lebih rapi dibandingkan dua jilid sebelumnya. Rocky dan penulis skenario kali ini bisa mengontrol ceritanya jauh lebih baik tidak terburu-buru dan maksa. Twist yang dihadirkan pun kali ini bisa diterima dengan akal. Untuk segi jumpscared, Rocky semakin terasa terinspirasi dari sosok James Wan. Beberapa adegan jumspcared tampil mirip dalam Conjuring Universe but in the good way ya. Sosok setannya juga sedikit mengingatkan pada setan di Insidious Universe. Yang sedikit menganggu buatku pribadi hanya terletak pada sisi sound nya saja yang terlalu menggelegar seperti adegan dimalam hari selalu diiringi suara petir yang dahsyat dan mewah serta penggunaan rumah klasik yang ITU LAGI-ITU LAGI membuatku bosan melihatnya. Boneka Sabrina yang muncul dalam film ini terasa semakin menyeramkan untuk ukuran sebagai boneka untuk anak-anak. Gak bisa lebih lucu sedikit apa? :')


Terlepas dari kekurangan itu, SABRINA (2018) mempunyai poin lainnya yang harus diapresiasi. Deretan pemain memberikan performa maksimalnya. Luna Maya semakin menggila. Sisi emosional, ketakutan hingga kebrutalannya begitu total. Aku suka banget melihat adegan Luna Maya dikubur dan kerasukan. So intense! Aku semakin percaya dan optimis, Luna Maya bisa menjadi Suzzanna di upcoming movienya nanti bareng Soraya Intercine Films. Christian Sugiono dan Richelle Snornicki pun cukup memuaskan apalagi ketika adegan kerasukan. Serem banget! Jangan lupakan sosok Sara Wijanarko dan Jeremy Thomas. Disini, Rocky menampilkan dua cenayang dengan style yang universal bisa diterima oleh semua kalangan serta mempunyai karakter yang kuat tak cuma sebagai penyelamat semata seperti pada film-film horror Indonesia kebanyakan. 


Poin terbaik berikutnya dari SABRINA (2018) adalah visual efek serta camera worksnya. Mungkin ini adalah visual serta camera works TERBAIK disepanjang sejarah Film Horror Indonesia. Terasa banget dibuat serius, mahal dan tidak dibuat asal jadi. Ritual posession dalam film ini juga gila banget! Capek nahan nafas! Overall, SABRINA (2018) is another masterpiece horror movie from Hitmaker Studios & Rocky Soraya after MATA BATIN (2017). Thumbs up! Highly recommended!


[8.5/10Bintang]

[Review] Ant-Man And The Wasp: Terjawab Sudah Ant-Man Tidak Ikut Infinity War


#Description:
Title: Ant-Man And The Wasp (2018)
Casts: Paul Rudd, Evangeline Lilly, Michael Pena, Hannah John-Kamen, Michael Douglas, Michelle Pfeiffer, Laurence Fishburne, Walton Goggins, Abby Ryder Fortson, Judy Greer, Randall Park, Tip T.I Harris, Bobby Canavale, David Dastmalchian, Michael Cerveris
Director: Peyton Reed
Studio: Marvel Studios, Walt Disney Pictures


#Synopsis:
Scott Lang (Paul Rudd) kini memutuskan menjadi seorang ayah yang lebih baik bagi anaknya, Cassie (Abby Ryder Fortson). Meskipun statusnya kini sebagai tahanan rumah usai insiden Civil War yang memecah team Avengers menjadi dua kubu. Hal tersebut tak membuat Scott tidak produktif, bersama dengan ketiga rekannya yakni Luis (Michael Pena), Dave (Tip T.I Harris) dan Kurt (David Dastmalchian) merintis jasa agen keamanan.
Suatu malam, Scott bermimpi aneh. Ia bertemu dengan Hope Van Dyne (Evangeline Lilly) ketika masih anak-anak dan Ibunya, Janet Van Dyne (Michelle Pfeiffer). Ia langsung menghubungi Dr. Hank Pym (Michael Douglas) untuk menceritakan mimpi itu. Mendengar hal tersebut membuat Pym dan anaknya, Hope semakin meyakini bahwa Janet masih hidup. Pym yakin apa yang dialami Scott itu adalah cara komunikasi istrinya Janet yang hilang selama belasan tahun terperangkap dalam Quantum Realm.
Pym dan Hope semakin semangat untuk terus membangun mesin menuju ke Quantum Realm. Mereka sangat tidak sabar menjemput ibu mereka disana. Namun sayang, salah satu komponen mesin belum lengkap. Komponen tersebut ternyata tidak dijual bebas dan sulit untuk ditemukan. Pym lalu mendapat informasi bahwa seorang penadah barang-barang teknologi gelap bernama Sonny Burch (Walton Goggins) mempunyai komponen tersebut. Ia lalu menyuruh anaknya Hope untuk membelinya meskipun harus dengan harga tinggi. Mendengar calon pembelinya adalah Dr. Hank Pym, membuat Sonny tertarik untuk menguasai mesin yang bisa membawa seseorang ke Quantum Realm. 
Namun hal itu sudah tercium oleh Hope. Dengan kostum The Wasp-nya, Hope berhasil mendapatkan komponen tersebut dari tangan Sonny. Rupanya Hope dan Pym tidak bisa tenang. Sosok misterius yang mempu menghilang cepat layaknya hantu juga mengincar teknologi mesin Quantum Realm yang sedang dikembangkan. Sosok tersebut adalah Ava Starr (Hannah John-Kamen) yang memiliki kelainan fisik usai terpapar kekuatan Quantum Realm yang gagal dikembangkan oleh ayahnya, Elihas Starr (Michael Cerveris). Ia merupakan rekan Pym ketika S.H.I.E.L.D. masih terbentuk. Untuk mengontrol kelainan dan kekuatannya, Ava mengenakan kostum Ghost yang dirancang oleh anggota S.H.I.E.L.D. yakni Dr. Bill Foster (Laurence Fishburne).
Di laboratoriumnya sendiri, Ava terus mencoba untuk membangun akses ke Quantum Realm agar ia bisa hidup normal kembali. Partikel yang ada di Quantum Realm itu mampu menyembuhkan kelainan kekuatan yang dimilikinya.
Disaat Pym dan Hope mengejar Ava yang kini berhasil mencuri laboratorium mereka, Scott harus berpacu dengan waktu dan bersembunyi dibalik kostum Ant-Man nya karena ia masih berstatus sebagai tahanan rumah. Mampukah Ant-Man, The Wasp dan Pym menjemput Janet yang terperangkap di Quantum Realm?


#Review:
Marvel Studios tampaknya semakin menunjukkan "taringnya" di tahun 2018 ini. Usai "pesta akbar" lewat AVENGERS: INFINITY WAR (2018) dan BLACK PANTHER (2018) yang menuai kesuksesan luar biasa baik itu dari segi kualitas maupun jumlah penonton. Kedua film tersebut juga menjadi something new and fresh di timeline Marvel Cinematic Universe. Keduanya digarap dengan tone yang "serius" jika harus dibandingkan dengan film-film Marvel Studios lainnya.
Di moment summer tahun ini, Marvel Studios menghadirkan kembali film superhero lainnya yakni sekuel ANT-MAN AND THE WASP (2018). Masih dibintangi dan disutradarai orang yang sama, film ini hadir terasa seperti peredam & pure entertaining usai dua film sebelum ini digarap dengan tone yang serius. Peyton Reed memberikan plotline yang simple untuk sekuel Ant-Man ini khas seperti film MCU yang mengusung tone entertaining. Kekuatan dari Ant-Man serta The Wasp masih menjadi hal yang paling mencuri perhatian dalam film ini. Melihat berbagai macam ukuran manusia, kendaraan, mainan hingga bangunan yang bentuknya berubah berubah tetap membuatku terpukau dan terhibur.
Disini juga dijelaskan dengan sangat baik kenapa selama event INFINITY WAR kemarin, Ant-Man tidak ikut bergabung untuk melawan Thanos. Ant-Man ternyata menjadi tahanan rumah dimana di pergelangan kakinya dipasang alat pendeteksi oleh agen FBI. Jika keluar rumah sedikitpun, alarm akan berbunyi dan agen FBI langsung mendatangi kediaman Ant-Man. Hal tersebut juga semakin dipertegas di middle credit scene yang dimana Pym, Janet dan Hope menghilang jadi debu akibat jentikan jari Thanos menggunakan Infinity Gauntletnya dan Ant-Man pun terjebak di Quantum Realm ketika sedang mengambil elemen didalamnya untuk menyembuhkan Ghost. Cara mengkoneksikan cerita film ini ke timeline INFINITY WAR begitu wow. Meskipun sedikit ada plothole-nya yakni apakah munculnya Thanos melawan Avengers di 3 tempat yang berbeda. Masa Ant-Man sama sekali tidak mengetahuinya atau dia sendiri tidak mau tahu? Padahal kedatangan Children of Thanos dengan mengendarai kapal donut raksasa yang datang ke bumi untuk mengambil Time Stone milik Dr. Strange membuat dunia dan isinya panik.
Overall, sebagai selingan usai dibuat tragis dan dramatis pada BLACK PANTHER (2018) dan AVENGERS INFINITY WAR (2018), film ANT-MAN AND THE WASP (2018) tampil cukup menghibur dan memuaskan!



[7.5/10Bintang]

Thursday, 5 July 2018

[Review] Koki-Koki Cilik: Melihat Keseruan Anak-Anak Liburan Sambil Memasak


#Description:
Title: Koki-Koki Cilik (2018)
Casts: Farraz Fatik, Cole Gribble, Clay Gribble, Chloe X, Patrick Milligan, Marcello, Clarice Cutie, Alifa Lubis, Ali Fikri, Romaria Morgan Oey, Ringgo Agus Rahman, Adi Kurdi, Aura Kasih, Fanny Fabriana
Director: Ifa Isfansyah
Studio: MNC Pictures


#Synopsis:
Bima (Farraz Fatik) seorang anak yang mempunyai cita-cita sebagai seorang chef. Keinginan tersebut sudah ada dalam dirinya semenjak almarhum sang ayah yang merupakan seorang chef selalu memberikan ilmu tentang dunia kuliner kepadanya. Namun cita-cita Bima terkendala dengan kondisi ekonomi keluarganya. Bima dan Ibunya (Fanny Fabriana) hidup pas-pasan.
Suatu hari, Bima tertarik untuk mengikuti acara Cooking Camp yang diselenggarakan oleh Pak Malik (Adi Kurdi). Acara Cooking Camp tersebut merupakan salah satu acara yang cukup bergengsi dan mahal. Namun berkat dukungan dari ibu beserta orang-orang disekitarnya, Bima akhirnya bisa ikut mendaftar ke Cooking Camp. Dengan berbekal buku resep yang almarhum ayahnya tulis sendiri, Bima berusaha menjadi juara nomor satu di acara tersebut.
Acara Cooking Camp sendiri berlangsung outdoor. Para peserta anak-anak diwajibkan untuk menginap di tenda yang sudah pengelola acara siapkan. Disanalah Bima mulai bertemu dengan teman-teman baru sekaligus menjadi saingannya. Mereka adalah Audrey (Chloe Xaviera) yang merupakan jawara Cooking Camp tiga tahun berturut-turut, kemudian Oliver (Patrcik Milligan) anak dari keluarga pemilik restaurant mewah yang selalu sirik dengan kemampuan para peserta lain, lalu ada Ben dan Jody (Cole & Clay Gribble) sahabat Oliver. Meskipun banyak sekali pesaing yang harus dihadapi, tapi disana Bima memiliki peserta lain yang selalu mendukung menyemangatinya. Mereka adalah Niki (Clarice Cutie) anak perempuan yang naksir pada Bima, lalu Melly (Alifa Lubis) anak perempuan heboh dengan segala tingkah lakunya, kemudian ada Alfa (Ali Fikri) dan Kevin (Marcello) yang sangat menyayangi kambing ternak di Cooking Camp.
Kompetisi memasak di Cooking Camp pun dimulai. Chef Grant (Ringgo Agus Rahman) selaku asisten dari Pak Malik menantang seluruh anak-anak untuk bisa memasak agar bisa lolos ke babak berikutnya. Babak demi babak dilewati, satu persatu peserta mulai tereliminasi karena tidak memenuhi kriteria untuk menjadi Little Chef di Cooking Camp milik Pak Malik. Tantangan pun tak terasa melaju ke babak semi final yang tinggal menyisakan beberapa peserta saja.
Ketika sedang jeda istirahat, Bima tersesat di area hutan, ia menemukan sebuah gubuk sederhana. Disana ia bertemu dengan Rama (Morgan Oey) petugas cleaning acara Cooking Camp yang sedang memasak. Melihat cara memasak Rama yang sangat profesional membuat Bima terpukau. Ia yakin bahwa Rama adalah seorang chef handal. Tapi Rama tidak mengakuinya. Bima pun memutuskan untuk belajar banyak kepada Rama.
Perlahan tapi pasti, Rama akhirnya mau mengajari Bima cara memasak yang lebih baik. Tapi, semakin mereka bertemu dan belajar, banyak sekali rintangan yang harus Bima alami. Ia harus kehilangan buku resep dari ayahnya gara-gara ulah Oliver dan semangatnya juga selalu turun naik. Sikap tersebut membuat Rama tak suka dengan Bima.
Seiring berjalannya waktu juga, identitas Rama juga ikut terkuak dari salah satu orangtua dari peserta Cooking Camp. Akankah Bima berhasil mewujudkan impiannya?


#Review:
Libur setelah lebaran dan sekolah ternyata belum berakhir. Setelah bioskop Indonesia diramaikan oleh serbuan lima film Indonesia yang dirilis pada moment lebaran kemarin dan semingguan yang lalu diramaikan oleh film Indonesia untuk anak-anak yaitu KULARI KE PANTAI (2018), kali ini di awal bulan Juli 2018, MNC Pictures menghadirkan sebuah film Indonesia anak-anak yang disutradarai Ifa Isfansyah untuk "menemani" film anak-anak lainnya karya sutradara Riri Riza dan Mira Lesmana di bioskop berjudul KOKI-KOKI CILIK (2018).
Premise dan alur cerita film ini sebetulnya sangat sederhana dan predictable tentang perjalanan anak-anak mengikuti kompetisi memasak. Namun sang sutradara dan penulis skenario tak membuat film ini menjadi biasa saja. Disini mereka menghadirkan cerita yang cukup lucu, menghibur dan tak lupa juga mempunyai konflik serta message yang sangat baik untuk anak-anak. Banyak sekali moment-moment menghangatkan antar sahabat dalam film ini yang dihadirkan penuh dengan keceriaan. Chemistry seluruh pemain anak-anak disini terasa kompak satu sama lain. Subplot lainnya tentang hubungan antara Rama dan Bima serta Audrey dan Ibunya juga tampil tak kalah baiknya. Sang penulis skenario apik banget memadukan semua cerita dalam film ini sehingga tak kehilangan fokusnya.
Untuk jajaran pemain, film ini tampil sangat memuaskan. Deretan anak-anak bermain dengan luwes dan tidak kaku. Aku suka melihat cara mereka berdialog satu sama lain, terasa sangat natural. Sosok Alifa Lubis dalam film ini menjadi sumber utama kelucuan. Tiap dialog, tingkah laku dan gesture nya sukses membuatku tertawa. Mungkin Fitri Tropica ketika bocah mirip dengan Alifa Lubis. Haha. Jajaran pemain dewasanya juga mampu menyatu dengan para anak-anak. Ringgo Agus Rahman cocok banget jadi Chef Grant yang selalu mengawasi bocah-bocah. Morgan Oey surprisingly bagus banget disini. Chemistry dengan Bima nya oke. Twist yang dihadirkan dengan karakter Arini eh salah, Ibunya Audrey yang diperankan Aura Kasih juga bagus.
Untuk segi visual dan scoring musik, film KOKI-KOKI CILIK (2018) ini terasa sekali dibuat dengan sepenuh hati. Ifa Isfansyah tak ingin sembarangan membuat film untuk anak-anak ini. Landscape outdoor hutan gambarnya sangat tajam, indah dan hangat disepanjang durasi film. Editingnya emang jempolan banget.
Overall, film KOKI-KOKI CILIK (2018) ini mempunyai sedikit kesamaan dengan KULARI KE PANTAI (2018). Mereka sama-sama melakukan tugasnya sebagai film untuk anak-anak dengan sangat baik. Highly recommended untuk para keluarga yang ingin membawa anak-anak atau keponakannya nonton di bioskop!


[8/10Bintang]

Tuesday, 3 July 2018

[Review] Rasuk: Rasa Iri & Dengki Berujung Malapetaka



#Description:
Title: Rasuk (2018)
Casts: Shandy Aulia, Miller Khan, Denira Wiraguna, Gabriella Desta, Josephine Firmstone, Weni Panca, Ninok Wiryono
Director: Ubay Fox
Studio: MD Pictures & Dee Company

#Synopsis:
Langgir Janaka (Shandy Aulia), nama yang aneh. Seaneh jalan hidupnya. Ambu selalu menganggap Langgir adalah pembunuh Abah. Ketika Langgir duduk di bangku sekolah dasar, sang ayah tewas tertabrak truk. Sang ibu begitu sedih akan kepergian suaminya yang begitu tragis. Langgir selalu disalahkan oleh sang ibu atas kematian suaminya itu. Menginjak remaja, pertengkaran antara ibu dan anak ini terus terjadi. Meskipun ibunya kini sudah menikah lagi dan mempunyai anak yang masih bayi bernama Bakula Borneo, tak membuat Langgir menjadi simpati sama sekali terhadap keluarga. Ia tetap memendam rasa benci kepada ibu dan ayah tirinya. Langgir selalu mencurahkan semua keluh kesahnya pada Abimanyu (Miller Khan) teman prianya. Ia sendiri sebetulnya memendam perasaan lebih pada teman prianya itu, namun karena sikap Abimanyu yang cuek, rasa suka Langgir lagi-lagi hanya bisa dipendam saja.
Sementara itu, Langgir juga mempunyai tiga sahabat perempuan. Mereka adalah Fransisca Inggrid (Denira Wiraguna), Lintang Kasih (Josephine Firmstone) dan Sekar Tanjung (Gabriella Desta). Mereka menamai geng pertemanan mereka Putri Sejagat. Suatu hari, mereka berempat berencana berliburan ke sebuah villa bernama Karma Rinjani sebelum Lintang berangkat pergi ke Singapura untuk berliburan juga bersama dengan kekasihnya. Lokasi villa Karma Rinjani terletak di dalam hutan belantara. Keempatnya harus memasuki hutan untuk menemukan villa Karma Rinjani itu.
Dalam perjalanan itu, geng Putri Sejagat tersesat di hutan. Mobil yang mereka kendarai tak bisa menembus hutan lantaran jembatan penghubungnya rubuh. Mereka memutuskan untuk berjalan kaki untuk melanjutkan perjalanana. Tapi mereka malah merasa hanya berputar-putar di dalam hutan tersebut. Kompas serta signal ponsel mereka pun sama sekali tak berfungsi. Tak berapa lama kemudian mereka bertemu dengan seorang wanita berkebaya dan berkerudung putih bernama Kumala Sari (Weni Panca). Awalnya geng Putri Sejagad ketakutan melihat sosok Kumala, namun ketakutan itu langsung berubah karena Kumala membantu Langgir dan yang lainnya menuju ke villa Karma Rinjani.
Setibanya di villa, mereka disambut oleh penjaga villa bernama Pak Cecep. Geng Putri Sejagat kemudian dipersilahkan untuk masuk dan bergegas untuk istirahat. Ternyata di villa tersebut sudah tiba terlebih dahulu Abimanyu. Dan secara mengejutkan, Inggrid mengumumkan status hubungannya dengan Abimanyu pada saat itu juga. Melihat Inggrid yang kini berpacaran dengan Abimanyu membuat Langgir semakin geram. Ia pergi dan kabur dari villa karena merasa di khianati oleh para sahabatnya itu. Langgir sedari dulu merasa iri dengan para sahabatnya yang terlihat kehidupan mereka jauh lebih sempurna dari dirinya.
Ketika Langgir terus berusaha menjauhi villa dan berlari ditengah hutan, tak sengaja ia bertemu lagi dengan sosok Kumala Sari. Namun ternyata kali ini sosok wanita berkebaya dan berkerudung putih itu mempunyai muka yang sangat menyeramkan. Langgir panik lalu terjatuh ke dasar lubang. Sementara itu, Abimanyu terus mencari Langgir ditengah hutan dengan mengendarai motor. Dan Abimanyu juga bertemu dengan sosok Kumala Sari berwajah seram. Inggrid, Lintang dan Sekar yang sedang menunggu di villa juga mendapat terror dari sosok Kumala Sari. Satu persatu dari mereka mengalami kerasukan.
Tujuan Kumala Sari merasuki tubuh para anggota Ratu Sejagat adalah untuk mencari raga yang paling cocok untuk ia rasuki selama-lamanya. Hal tersebut berkat ritual hitam yang dilakukan ayah dari Kumala Sari bernama Pak Rudi yang tak terima anak perempuannya itu bunuh diri melompat ke sungai usai diperkosa ditengah hutan. Namun raga Inggrid, Lintang dan Sekar tidak cocok dengan arwah Kumala. Pak Rudi lantas mencari keberadaan Langgir, karena Langgir mempunyai rasa amarah yang besar terhadap orang disekitarnya.
Akankah rencana Pak Rudi berhasil untuk menghidupkan kembali arwah anaknya lewat raga Langgir?


#Review:
Setelah Danur, Danur Maddah dan Ananta diangkat ke layar lebar, novel lainnya dari Risa Sarasvati kembali dijadikan sebuah film yang kembali digarap oleh MD Pictures. Kali ini berjudul RASUK (2018), sebuah novel horror lainnya dari Risa setelah sebelumnya sukses dengan Universe Danur. Bekerjasama dengan Dee Company milik KK Dheeraj Kalwani, film RASUK (2018) ini disutradarai oleh Ubay Fox yang sebelumnya telah menggarap film KEMBANG KANTIL (2018).
Sebetulnya premise cerita film RASUK (2018) ini cukup menjanjikan karena memberikan sebuah cerita yang unik. Paruh awal film ini terlihat menjanjikan dengan narasi serta visual yang memanjakan mata. Tapi hal menjanjikan tersebut terus memudar ketika masuk pertengahan hingga akhir film. RASUK (2018) lagi-lagi jatuh sebagai film horror yang hanya mengandalkan penampakan mainstream serta iringan musik yang menggelegar saja. Banyak sekali hal-hal dan dialog konyol, annoying yang dilakukan oleh geng Putri Sejagat. Contohnya adalah adegan Langgir yang mencari arah menggunakan kompas seperti mencari signal ponsel dengan mengocok serta mengangkat kompas setinggi-tingginya. Hal tersebut dilakukan berulang kali.
Menurut para pembaca setia novelnya Risa, plot utama film ini sangat berbeda dengan versi novelnya. Mereka cukup kecewa dengan keputusan Ubay Fox dan penulis skenarionya merubah drastis jalan cerita terutama tentang sosok Kumala Sari dan Langgir dalam film ini. Andai saja film RASUK (2018) ini ditangani jauh lebih serius dan niat, pasti kualitasnya akan mampu setara dengan film DANUR 2 MADDAH (2018).
Jajaran pemain pun tampil tidak terlalu istimewa. Namun yang cukup membuatku sedikit merinding yakni ketika sosok Kumala Sari yang diperankan Weni Panca muncul ditengah hutan, malam hari dengan kebaya serta kerudung putihnya. 
Overall, film RASUK (2018) hanya bagus poster dan paruh pertama filmnya saja. Sisanya, sudah bisa ditebak dan tak jauh seperti film horror lokal buatan MD Pictures lainnya.



[6/10Bintang]