#Description:
Title: Gundala (2019)
Casts: Abimana Aryasatya, Muzzaki Ramadhan, Bront Paralae, Tara Basro, Ario Bayu, Rio Dewanto, Marissa Anita, Faris Fadjar, Lukman Sardi, Tanta Ginting, Donny Alamsyah, Pritty Timothy, Arswendi Beningswara, Aqi Singgih, Zidni Hakim, Dimas Danang, Cecep Arif Rahman, Kelly Tandiono, Daniel Adnan, Asmara Abigail, Della Dartyan, Aming, Pevita Pearce
Director: Joko Anwar
Studio: Bumilangit Studios, Screenplay Films, Ideasource, Legacy Pictures
Studio: Bumilangit Studios, Screenplay Films, Ideasource, Legacy Pictures
#Synopsis:
Sancaka (Muzzaki Ramadhan) hidup dan tinggal di Indonesia disaat tindak kriminal dan kericuhan sudah hal yang wajar. Ayahnya (Rio Dewanto) berprofesi sebagai seorang buruh pabrik. Sedangkan Ibunya (Marissa Anita) adalah seorang ibu rumah tangga. Bekerja di pabrik tak membuat hidup keluarga Sancaka ini bahagia. Sang ayah dan rekan sesama buruh selalu mendapatkan ketidak adilan akan hak-hak mereka. Tak jarang aksi demonstrasi sering terjadi dan selalu berujung dengan kericuhan. Suatu hari, aksi demo yang terprovokasi oleh ulah provokator menelan korban jiwa yaitu ayahnya Sancaka. Meninggalnya sang ayah membuat Sancaka dilanda kesedihan. Tak cuma itu saja, sang ibu juga memutuskan pergi untuk mencari kerja diluar kota meninggalkan Sancaka seorang diri dan tak pernah kembali. Sancaka kini terpaksa hidup sebatang kara. Ia bertahan hidup di jalanan yang begitu keras. Demi untuk makan saja, ia menjadi pengamen jalanan, buruh kasar pelabuhan, hingga satpam. Tak jarang, Sancaka bahkan sampai mempertaruhkan nyawanya karena sering jadi target kekerasan oleh preman-preman muda.
Untungnya Sancaka bertemu dengan seorang remaja bernama Awang (Faris Fadjar) yang lebih jago dan menguasai bela diri. Awang melatih Sancaka agar bisa berani melawan dan membela diri sendiri. Awang tak ingin Sancaka terus menjadi korban dan bergantung pada orang lain. Waktu terus berlalu dan kini Sancaka (Abimana Aryasatya) tumbuh menjadi pria dewasa dan bekerja sebagai petugas keamanan disebuah pabrik. Ia tinggal disebuah kontrakan sederhana dan bertetangga dengan seorang aktivis bernama Wulan (Tara Basro) yang selalu membela para pedagang pasar mendapatkan haknya. Suatu malam, ditengah guyuran hujan lebat, Sancaka tersambar petir. Sejak insiden itu, ia merasa ada kekuatan super masuk ke dalam dirinya. Hal itu diperkuat usai ia berhasil mengalahkan puluhan preman yang mencoba menguasai pasar yang tak jauh dari kediamannya.
Sementara itu, anak yang berasal keluarga kaya raya yaitu Pengkor (Bront Paralae) terpaksa menerima kenyataan kedua orangtuanya dibunuh oleh para buruh karena menerapkan sistem kerja yang tak adil selama mereka bekerja. Pengkor lalu dimasukkan ke panti asuhan yang terkenal kejam, sering melakukan aksi pembunuhan dan transaksi jual-beli manusia. Karena rasa sakit hati dan ingin balas dendam akan masa kecilnya yang penuh derita, Pengkor melakukan mobilisasi anak-anak panti lain untuk memberontak dan membunuh para penjaga panti dengan sadis.
Pengkor kini tumbuh menjadi seorang pria yang mampu mempengaruhi masyarakat miskin untuk melawan pemerintah. Pembawaannya yang santai dan pandai berbicara membuat dirinya mudah dipercayai banyak orang. Berkat kelihaiannya itu Pengkor berhasil tembus ke jajaran Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyusun sebuah rencana besar. Ia pun menjalin kerjasama dengan Ghazul (Ario Bayu) untuk menyusun rencana tersebut.
Jajaran petinggi pemerintahan mulai khawatir dengan rencana yang disusun Pengkor. Salah satu dari mereka yaitu Ridwan Bahri (Lukman Sardi) mencari pertolongan pada siapapun untuk menghentikan rencana besar Pengkor. Atas informasi dari asistennya yaitu Hasbi (Dimas Danang), Ridwan lalu meminta bantuan pada Sancaka untuk menghentikan rencana Pengkor. Mampukah Sancaka yang kini mempunyai kekuatan petir berhasil menghentikan Pengkor beserta dengan seluruh anak buahnya?
#Review:
Akhirnya, film Indonesia yang paling ditunggu tahun ini yaitu GUNDALA (2019) sudah resmi tayang serentak diseluruh bioskop Indonesia pertanggal 29 Agustus 2019 lalu. Film terbaru karya salah satu sutradara terbaik Indonesia yaitu Joko Anwar ini sangat diantisipasi lantaran digadang-gadang sebagai ajang bangkitnya para superhero lokal ke layar lebar adaptasi dari komik yang dirilis oleh Bumilangit Studios. Harus diakui memang film Indonesia bergenre superhero belakangan ini jarang sekali diangkat ke layar lebar. Permasalahan paling klise jika mengangkat film bergenre superhero ini pasti akan menggunakan visual efek dan CGI dan yang pastinya bagian inilah yang paling menjadi sorotan para penonton film di bioskop. Para penonton diluaran sana sudah pasti akan membandingkan film superhero buatan lokal dengan film superhero dari luar seperti produksi dari Marvel Studios maupun DC Films.
Sebelum Joko Anwar resmi menyutradarai film GUNDALA (2019) ini, nama Hanung Bramantyo sempat menjadi kandidat untuk duduk di bangku sutradara. Teaser poster perdana kala itu yang dirilis sekitar tahun 2012-2013 mencantumkan nama Hanung Bramantyo sebagai sutradara. Tapi enam tahun kemudian project film ini dipegang oleh Screenplay Films dan menunjuk sutradara film PENGABDI SETAN (2017) untuk menggarapnya.
Untuk segi cerita, film GUNDALA (2019) ini ditetapkan sebagai film pembuka untuk Bumilangit Cinematic Universe. Paruh awal film, Joko Anwar selaku sutradara dan penulis skenarionya memperkenalkan karakter Sancaka saat dia masih bocah. Tone dan setting film yang dipakai di film GUNDALA (2019) menurutku cukup kelam dan tragis. Kita bisa melihat betapa keras dan kejamnya dunia untuk ukuran seorang bocah bernama Sancaka. Sejak kecil ia harus menerima kenyataan ayahnya tewas disaat bentrok dan ibunya pergi meninggalkannya dan tak pernah kembali. Potret dramatis kehidupan Sancaka kecil ini menurutku berhasil menarik simpati penonton. Ditambah lagi penampilan luar biasa dari aktor cilik Muzzaki Ramadhan yang mampu menghadirkan sosok Sancaka kecil yang penuh dengan penderitaan. Cerita semakin asyik disaat Sancaka kecil bertemu dengan Awang yang diperankan olehh Faris Fadjar. Chemistry dan dialog mereka berhasil membuat satu teater tertawa. Namun sayang, moment kebersamaan Sancaka dan Awang disini sangatlah singkat.
Menuju babak pertengahan, film mulai berfokus pada saat Sancaka sudah dewasa yang diperankan oleh Abimana Aryasatya. Sancaka dewasa kini berprofesi sebagai petugas keamanan pabrik.
Banyaknya ketidakadilan dan kejahatan dilingkungannya tak membuat ia bersimpati untuk menolong. Sancaka masih berpegang kukuh pada prinsip yang dititipkan oleh Awang. Tapi keadaan berubah disaat dirinya tiba-tiba mendapatkan kekuatan petir yang menyambar ke tubuhnya. Tapi sayang, disepanjang film aku sama sekali tidak menemukan titik terang dan jawaban mengapa Sancaka sejak kecil selalu diincar oleh petir disaat hujan. Tak cuma itu saja, asal-usul nama Gundala pun tidak dibahas sama sekali. Tahu-tahu disebut begitu saja. Padahal jika dijelaskan disini pasti akan membuat penonton semakin simpati terhadap karakter Sancaka. Babak pertengahan film ini juga Joko Anwar menyelipkan soal sistem pemerintahan, kekuasaan, penjarahan dan politik untuk semakin memperpadat plot. Tapi sayang banget nih, menurutku ini membuat filmnya tidak fokus. Bahkan sosok Gundala nya sendiri seperti tenggelam oleh plot-plot ini. Tak cuma itu saja, melimpahnya karakter-karakter villain atau superhero baru lainnya yang muncul secara tiba-tiba ini juga semakin menenggelamkan karakter utama. Sang sutradara menurutku terlalu ingin memperlihatkan semua hal dalam film ini. Hal ini kembali mengingatkanku terhadap apa yang terjadi pada film WIRO SABLENG (2018) karya sutradara Angga Dwimas Sasongko. Padahal Joko Anwar alangkah lebih baik bisa mengontrol plot film ini agar tak terlalu melebar kemana-mana toh Bumilangit Studios sendiri ini sudah mempunyai rencana besar di masa depan untuk Cinematic Universe ini.
Seperti film-film Joko Anwar lainnya, dalam film GUNDALA (2019) ini ia berhasil membangun atmosfer kelam serta horror di beberapa bagian. Penggunaan dialog pun cukup asyik meskipun menuju belakang dialog-dialog baku dan nasionalisme makin kerasa dimana-mana. Moment komedi khas Joko Anwar pun tak lupa ia selipkan dibeberapa bagian. Tapi sayang, kadang ada beberapa komedi yang menurutku kurang tepat penempatannya. Untuk urusan aksi, Joko Anwar harus belajar lebih lagi lantaran setiap adegan fighting yang dilakukan oleh para karakternya masih kurang powerful. Moment demo dan kericuhan dalam film ini masih terlihat kurang real dan meyakinkan. Final fighting antara Gundala melawan anak buah Pengkor juga tampil serba nanggung. Koreografi baku hantam mereka tidak membuatku enjoy ketika menontonnya. Bahkan ada beberapa adegan aksi disaat menggunakan sling, penggunaan slingnya sangatlah terasa.
Terlepas dari segala kekurangan yang aku rasakan disepanjang film, film GUNDALA (2019) ini mempunyai ensemble casts yang gila. Abimana Aryasatya tampil oke sebagai Sancaka. Muzzaki Ramadhan sukses menghidupkan karakter Sancaka kecil. Bront Paralae tampil epic memerankan Pengkor. Ia berhasil membangun image diam-diam menghanyutkan disepanjang film. Looknya sudah sangat memuaskan sebagai seorang villain. Yang paling membuatku terkesan adalah karakter Ghazul yang diperankan oleh Ario Bayu. Disepanjang film penampilannya begitu tegas serta gesturenya tak kalah creepy seperti Pengkor. Selain empat nama diatas, karakter-karakter lainnya seperti Wulan yang diperankan Tara Basro dan komplotan anak buah Pengkor menurutku tidak terlalu menonjol dan cenderung hanya lalu-lalang saja.
Untuk urusan visual efek dan CGI yang selalu menjadi kekhawatiran para penonton, film GUNDALA (2019) ini tidaklah seburuk yang kalian pikirkan. Jika tidak dibandingkan dengan film superhero jebolan Marvel Studios, film GUNDALA (2019) ini sudah memberikan hasil yang sangat maksimal. Sisi musik scoring pun berhasil menghidupkan beberapa moment keren di film ini. Tak sia-sia audio film ini menggunakan format Dolby Atmos karena hasilnya memang keren dan menggelegar.
Overall, film GUNDALA (2019) ini masih kurang memenuhi ekspektasiku. This is not the best from Joko Anwar. Terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab dalam film ini. Semoga kedepannya semua plothole atau pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab di film selanjutnya. Aku masih tetap optimis kedepannya Bumilangit Cinematic Universe ini pasti akan menampilkan jauh lebih baik lagi dari saat ini. Kita tunggu kehadiran Sri Asih yang diperankan Pevita Pearce di tahun 2020 mendatang!
[7.5/10Bintang]
#Review:
Akhirnya, film Indonesia yang paling ditunggu tahun ini yaitu GUNDALA (2019) sudah resmi tayang serentak diseluruh bioskop Indonesia pertanggal 29 Agustus 2019 lalu. Film terbaru karya salah satu sutradara terbaik Indonesia yaitu Joko Anwar ini sangat diantisipasi lantaran digadang-gadang sebagai ajang bangkitnya para superhero lokal ke layar lebar adaptasi dari komik yang dirilis oleh Bumilangit Studios. Harus diakui memang film Indonesia bergenre superhero belakangan ini jarang sekali diangkat ke layar lebar. Permasalahan paling klise jika mengangkat film bergenre superhero ini pasti akan menggunakan visual efek dan CGI dan yang pastinya bagian inilah yang paling menjadi sorotan para penonton film di bioskop. Para penonton diluaran sana sudah pasti akan membandingkan film superhero buatan lokal dengan film superhero dari luar seperti produksi dari Marvel Studios maupun DC Films.
Banyaknya ketidakadilan dan kejahatan dilingkungannya tak membuat ia bersimpati untuk menolong. Sancaka masih berpegang kukuh pada prinsip yang dititipkan oleh Awang. Tapi keadaan berubah disaat dirinya tiba-tiba mendapatkan kekuatan petir yang menyambar ke tubuhnya. Tapi sayang, disepanjang film aku sama sekali tidak menemukan titik terang dan jawaban mengapa Sancaka sejak kecil selalu diincar oleh petir disaat hujan. Tak cuma itu saja, asal-usul nama Gundala pun tidak dibahas sama sekali. Tahu-tahu disebut begitu saja. Padahal jika dijelaskan disini pasti akan membuat penonton semakin simpati terhadap karakter Sancaka. Babak pertengahan film ini juga Joko Anwar menyelipkan soal sistem pemerintahan, kekuasaan, penjarahan dan politik untuk semakin memperpadat plot. Tapi sayang banget nih, menurutku ini membuat filmnya tidak fokus. Bahkan sosok Gundala nya sendiri seperti tenggelam oleh plot-plot ini. Tak cuma itu saja, melimpahnya karakter-karakter villain atau superhero baru lainnya yang muncul secara tiba-tiba ini juga semakin menenggelamkan karakter utama. Sang sutradara menurutku terlalu ingin memperlihatkan semua hal dalam film ini. Hal ini kembali mengingatkanku terhadap apa yang terjadi pada film WIRO SABLENG (2018) karya sutradara Angga Dwimas Sasongko. Padahal Joko Anwar alangkah lebih baik bisa mengontrol plot film ini agar tak terlalu melebar kemana-mana toh Bumilangit Studios sendiri ini sudah mempunyai rencana besar di masa depan untuk Cinematic Universe ini.
Overall, film GUNDALA (2019) ini masih kurang memenuhi ekspektasiku. This is not the best from Joko Anwar. Terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab dalam film ini. Semoga kedepannya semua plothole atau pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab di film selanjutnya. Aku masih tetap optimis kedepannya Bumilangit Cinematic Universe ini pasti akan menampilkan jauh lebih baik lagi dari saat ini. Kita tunggu kehadiran Sri Asih yang diperankan Pevita Pearce di tahun 2020 mendatang!
[7.5/10Bintang]
0 comments:
Post a Comment