Tuesday, 10 September 2019

[Review] Midsommar: Liburan Musim Panas Di Swedia Yang Mengerikan


#Description:
Title: Midsommar (2019)
Casts: Florence Pugh, Jack Reynor, Vilhelm Blomgren, William Jackson Harper, Will Poulter, Ellora Torchia, Archie Madekwe, Hampus Hallberg, Julia Ragnarsson, Levente Puczko-Smith, Gunnel Fred, Isabelle Grill, Mats Blomgren, Anna Astorm, Henrik Nolen
Director: Ari Aster
Studio: A24, B-Reel Films, Feat Pictures


#Synopsis:
Kematian kedua orangtua dan adiknya membuat seorang gadis belia bernama Dani (Florence Pugh) dilanda tekanan stress luar biasa. Sikapnya yang selalu over-worried dan emosinya yang labil membuat kekasihnya yaitu Christian (Jack Reynor) selalu menjadi tempat keluh kesahnya. Christian yang awalnya akan mengakhiri hubungannya dengan Dani langsung mengurungkan niatnya setelah apa yang telah dialami oleh kekasihnya itu.
Untuk menghibur dan menenangkan kekasihnya, Christian berinisiatif mengajak Dani untuk mengikuti ia dan teman-temannya yaitu Mark (Will Poulter) dan Josh (William Jackson Harper) berliburan musim panas di Swedia atas ajakan dari Peele (Vilhelm Blomgren). Peele mengajak mereka ke kampung halamannya di Desa Halsingland, Swedia sekaligus menghadiri pesta perayaan musim panas yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya disana.



Perjalanan Christian dan kawan-kawan menuju Swedia pun cukup panjang. Mereka harus terbang menggunakan pesawat dan berlanjut menggunakan jalan darat yang memakan waktu tidak sebentar. Setelah menempuh perjalanan jauh itu, akhirnya mereka tiba di Desa Halsingland. Christian, Dani, Mark, Peele dan Josh disambut oleh para penduduk Hårga yang tinggal di desa itu. Disana juga mereka bertemu dengan tamu lainnya yang sedang berliburan disana yaitu sepasang kekasih Simon (Archie Madekwe) dan Connie (Ellora Torchia).
Desa Halsingland sendiri berada disebuah wilayah terpencil di Swedia yang dikelilingi hutan rindang dan bukit-bukit rimbun penuh dengan pepohonan serta hamparan padang rumput dan bunga tersebar dimana-mana. Pesta perayaan musim panas yang dilaksanakan oleh penduduk disana akan menjadi sajian hiburan bagi Christian, Dani, Mark, Josh, Simon dan Connie. Untuk beristirahat, mereka tinggal disebuah dormitory bersama dengan penduduk Hårga lainnya.


Keesokan harinya, perayaan musim panas pun dimulai. Serangkaian ritual-ritual mulai dilakukan oleh penduduk Hårga dengan kompak mengenakan pakaian serba putih dan kepala mereka dihiasi daun dan bunga-bunga. Keanehan mulai dirasakan Christian dan yang lainnya saat para penduduk Hårga mulai mengucapkan berbagai mantra yang asing di telinga mereka. Tak cuma itu saja, mereka pun dikejutkan dengan ritual yang mengharuskan dua orang dari penduduk Hårga meregang nyawa dengan cara loncat dari ketinggian.


Akibat kejadian itu Christian, Dani, Mark, Josh, Simon dan Connie dilanda shock. Untuk pertama kalinya mereka melihat orang bunuh diri secara langsung. Terlebih bagi Dani, psikologisnya semakin terguncang dan langsung mengingatkan kembali akan kematian anggota keluarganya. Setelah ritual itu Simon dan Connie merasa ada yang tidak beres di desa Halsingland, mereka lalu merencanakan untuk pulang dan mengurungkan niatnya untuk berlibur musim panas disana. Sementara itu Josh dan Christian malah semakin tertarik untuk berliburan disana karena keduanya berencana akan menjadikan liburan musim panas mereka di Desa Haslingland itu menjadi bahan tugas laporan dan thesis dari kampusnya.



Josh lalu berusaha mencari tahu tentang penduduk desa Haslingland dan kebiasaan suku Hårga dengan mewawancarai orang-orang tua disana, hingga membawa dirinya bertemu dengan seorang peramal dan penulis buku ritual suku Hårga bernama Ruben (Levente Puczko-Smith) disebuah bangunan keramat dan dianggap suci oleh para penduduk di Desa Halsingland.
Hari demi hari terus berlalu, Christian, Dani, Mark dan Josh semakin kuat merasakan ada sesuatu yang tak beres disana. Ditambah lagi Christian dan Mark ditaksir oleh dua orang perempuan suku Hårga yang selalu menatap mereka dengan tajam. Keanehan semakin kuat terasa setelah Simon dan Connie tiba-tiba hilang. Penduduk desa Hårga meyakinkan Simon dan Connie bukan hilang melainkan kabur dari desa dan pergi ke stasiun terdekat disaat Christian, Dani, Mark dan Josh terlelap tidur.



Semakin lama tinggal disana, membuat perasaan Christian dan yang lainnya semakin merasa tak nyaman. Dani diajak untuk mengikuti ritual mencari sosok Queen May dengan melakukan tarian. Tak cuma itu saja pembacaan ritual-ritual disaat makan bersama dan kondisi lingkungan Desa Hansingland yang selalu terang semakin terasa janggal. Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada Christian, Dani, Mark dan Josh? Apakah liburan musim panas mereka ini akan menjadi hal yang sangat mengerikan?


#Review:
Nama Ari Aster semakin melambung usai dirinya menyutradarai film horror yang berjudul HEREDITARY (2018) produksi A24. Film horror pertamanya itu sukses menuai respon positif dari para pecinta film horror dan dinobatkan sebagai salah satu film horror terbaik di tahun 2018. Usai "bersenang-senang" dengan sebuah keluarga, Aster kali ini menghadirkan kembali sebuah film horror dengan mengambil premise cerita yang jauh lebih simple, tentang sekelompok anak remaja yang berliburan musim panas disebuah desa di Swedia yang berjudul MIDSOMMAR (2019). Yang menjadi tak wajar disini adalah Aster memanfaatkan setting lokasi dan waktu di siang bolong untuk menampilkan atmosfer ngeri dan terror dari kelakuan super aneh suku Harga di Desa Haslingland. Biasanya kan film-film horror tuh kebanyakan mengambil setting waktu dari sore hingga dini hari untuk menebar ketakutannya, tapi di film MIDSOMMAR (2019) malah terbalik. Penonton diajak untuk "bersenang-senang" di Desa Haslingland, Swedia yang dimana durasi siang hari disana jauh lebih lama dibandingkan dengan belahan wilayah dan negara lainnya di dunia. Ini unik dan menjadi pengetahuan baru sih bagiku ternyata di belahan dunia lain ada sebuah negara yang mempunyai durasi siang harinya sangat lama.


Paruh awal film, penonton diajak untuk berkenalan dengan sepasang kekasih yaitu Dani dan Christian yang hubungan asmara mereka terancam bubar lantaran sikap Dani yang terlalu over-worried dan sangat labil disaat menghadapi permasalahan. Setiap harinya Christian yang diperankan Jack Reynor ini terus terusan menjadi tempat curahan hati Dani hingga membuat dirinya dan teman-temannya risih. Permasalahan yang dialami Dani memang sangat berat, ia harus kehilangan kedua orangtua dan adiknya dengan cara tragis. Ekspresi depresi dan tekanan psikologis yang ditampilkan Florence Pugh terasa begitu menyakitkan. Tangisan serta teriakan seakan lehernya dicekik hingga tak jarang membuat dirinya muntah-muntah sukses menimbulkan rasa simpati penonton kepada Dani.
Disaat masuk ke paruh kedua film, penonton diajak untuk menemani keempat orang ini untuk berliburan musim panas di desa Haslingland. Selama dalam perjalanan menuju kampung halaman Peele itu sudah ditampilkan beberapa hal tak biasa yang seharusnya bisa menjadi firasat bagi Christian, Dani, Mark dan Josh. Tapi hal tersebut tak dirasakan sama sekali. Gemes kan jadinya. Keadaan semakin kacau disaat ritual loncat dari ketinggian dilakukan. Sudah jelas didepan mata mereka masing-masing melihat kasus bunuh diri dan penganiayaan sadis, bukannya langsung membatalkan rencana staycation disana eh malah memilih bertahan disana. Makin gemes banget sumpah.


Keanehan suku Harga disaat melakukan ritual-ritual makin lama makin disturbing. Disepanjang film aku hanya bisa menyaksikan mereka teriak-teriak, membaca ritual dengan bahasa asing, mendesah, menari-nari kesana kemari dengan ekspresi muka yang seolah menyembunyikan sesuatu. Pada bagian ini aku benar-benar tidak bisa menikmatinya karena sang sutradara sangat mengeksplorasi sikap ganjil suku Harga secara tidak mainstream dan malah menurutku sangat aneh. Intense ketegangan jadinya datar karena sama sekali tidak menampilkan moment horror atau jumpscared sedikitpun. 
Makin menuju akhir film, Aster baru mulai menguak seluruh rencana busuk suku Harga satu persatu. Namun sayang, jika kamu menonton film ini di bioskop Indonesia, seluruh adegan-adegan yang aku rasa cukup penting untuk memperkuat cerita tradisi Desa Haslingland ini tidak lulus sensor di LSF, alhasil total sembilan menit harus dipangkas. Adegan-adegan yang kena gunting sensor ini harus diakui sangat frontal karena menampilkan kegiatan seksual dan telanjang yang tak biasa. Tak cuma itu saja, moment-moment sadis yang seharusnya bisa menjadi moment disturbing dan ngeri juga ikut terkena gunting sensor. Alhasil keseluruhan film ini menjadi kurang mengguncang psikologis penontonnya. Padahal si LSF sudah mengklasifikasikan film ini ke usia 21+ tahun keatas tapi tetap saja kena gunting sensor.
Terlepas dari segala kekurangan dan sensor sepanjang sembilan menit itu, aku sangat mengapresiasi dan berterima kasih pada Feat Pictures selaku distributor film MIDSOMMAR (2019) di Indonesia yang sudah berjuang sekuat tenaga agar bisa tayang di bioskop CGV Cinemas, Cinemaxx Theater, Flix Cinemas dan Platinum Cinemas. Film MIDSOMMAR (2019) ini memiliki point plus dan patut diacungi jempol untuk urusan visual, sinematografi, artistik, musik, sound design dan mixingnya. Suara-suara bisikan, hembusan angin, teriak hingga desahan kekacuan suku Harga terasa sangat detail. Permainan gerak kameranya juga ciamik. Set lokasi yang dikelilingi perbukitan rindang sangat indah dan memanjakan mata. Film MIDSOMMAR (2019) ini juga mempunyai ending yang cukup oke untuk memaknai sebuah hubungan asmara. Cukup mengejutkan, meskipun secara keseluruhan film ini menurutku kurang memuaskan karena kebanyakan menampilkan hal-hal gak jelas.


[7/10Bintang]

0 comments:

Post a Comment